KEKERASAN DAN OTORITER DALAM KEKUASAAN
KEKERASAN DAN OTORITER DALAM KEKUASAAN
Disusun oleh :
Faiz Balya Marwan
NIM : 14010412130105
Jurusan/Prodi :
S-1. Hubungan Internasional
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Politik
sering dihubungkan dengan usaha mendapatkan kekuasaan, mempertahankan
kekuasaan, maupun dalam pelaksanaan kekuasaan. Politik pada hakikatnya adalah
bersih dan mulia,
tetapi dalam penerapannya seringkali politik menjadi kotor karena dicampuri
oleh sifat manusia yang serakah, angkuh, egois, dan sifat jelek manusia yang
lain.
Apabila
telah tercampuri dengan sifat negatif tersebut, kadangkala politik menjadi
sulit dibedakan antara politik bersih dan kotor. Politik juga akan semakin
memperbesar tabiat jelek manusia. Calon penguasa sering menggunakan kekerasan
dalam menumbangkan dan memperebutkan suatu kekuasaan. Selain itu, banyak pula
penguasa suatu bangsa menjadi otoriter dan cenderung menggunakan kekerasan
dalam menerapkan kebijakan-kebijakannya dalam masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
Politik
mempunyai tujuan dan cita-cita akhir yang mulia, yakni the good life. Tetapi dalam usaha pencapaian tujuan dan cita-cita
akhir tersebut kadangkala menggunakan kekerasan. Mengapa menurut pemegang
kekuasaan, otoriter dan kekerasan dalam kekuasaan dianggap lumrah, terutama dalam negara
yang sedang berkembang?.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
dan Tujuan Politik
Politik
secara harfiyah berasal dari bahasa
Yunani yaitu polis yang berarti negara atau kota. Sedangkan warga
negara disebut polite dan kewarganegaraan disebut politicos. Secara terminologi, politik
merupakan studi khusus tentang cara-cara manusia untuk
memecahkan permasalahan bersama dengan manusia yang lain. Dengan kata lain, politik
merupakan bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang
menyangkut proses penentuan dan pelaksanaan tujuan-tujuan (Maran (1999)).
- Hubungan Politik dengan Kekuasaan
Tujuan
akhir dari politik adalah the good life,
hidup yang lebih baik. Untuk melaksanakan tujuan dari politik, perlu ditentukan
kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi
sumber-sumber dan berbagai sumber daya yang ada. Untuk itu diperlukan kekuatan (power)
dan kewenangan (autority) yang dipakai baik untuk membina kerja sama
rnaupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses tersebut.
Tetapi kekuatan dan kewenangan bisa dimiliki apabila kita memiliki kekuasaan.
Kekuasaan
adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain, sehingga
perilakunya menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai
kekuasaan. Dalam defenisi ini pelaku bisa berupa perorangan, sekelompok orang
tertentu, atau suatu kolektivitas.
Menurut
Max Weber, kekuasaan adalah kesempatan yang ada pada seseorang atau sejumlah
orang untuk melaksanakan kemauannya sendiri dalam suatu tindak sosial, meskipun
mendapat tantangan dari orang lain yang terlibat dalam tindakan itu. Menurut Amitai Etizoni,
kekuasaan adalah kemampuan untuk mengatasi sebagian atau semua perlawanan,
untuk mengadakan perubahan-perubahan pada pihak yang memberikan oposisi.
Kekuasaan dibagi menjadi tiga macam, yaitu kekuasaan Utilitarian, kekuasaaan persuasif, dan kekuasaan koersif. Kekuasaan Utilitarian adalah kekuasaan yang menekankan pada kegunaan sesuatu. Kekuasaan utilitarian akan muncul aset utilitarian apabila aset-aset ini ( kepemilikan ekonomi, teknik administratif, tenaga kerja ) digunakan oleh mereka yang memilikinya, sehingga perlawanan itu dapat diatasi. Misalnya dalam kasus penyuapan, berarti orang yang punya uang mempunyai kekuasaan utilitarian.
Kekuasaan Persuasif, kekuasaan yang sifatnya tidak menggunakan paksaan.
Aset ( berupa nilai, perasaan, kepercayaan ) digunakan untuk memiliki
kekuasaan. Kalau ada perlawanan akan mudah diatasi tanpa kekerasan, misalnya
dengan memuji seseorang.
Kekuasaan Koersif , kekuasaan yang sifatnya memaksa. Kekuasaan koersif
muncul apabila orang mnggunakan asset ( berupa senjata, tenaga manusia ) dengan
kekerasan untuk mengubah orang lain , atau menghukum orang yang menghalanginya
( Thomas Santosa, 2002 ).
C.
Penggunaan Kekerasan dalam Kekuasaan
Kekuasaan atau otoritas memerlukan kemampuan untuk memaksakan agar keinginan pemilik kekuasaan
terpenuhi. Oleh karena itu, kekuasaan memerlukan alat sebagai pemaksa kehendaknya.
Alat pemaksa kehendak tersebut berupa ancaman penggunaan kekerasan dan
pelaksanaan penggunaan kekerasan fisik. Menurut Dr. Maswadi Rauf, hal ini
menghasilkan pemikiran bahwa kekuasaan yang tidak didukung oleh kemampuan untuk
memaksakan kepatuhan adalah kekuasaan yang lemah dan tidak efektif.
D. Kekerasan
dalam Revolusi
Kadangkala, seiring kemajuan zaman kebijakan
penguasa telah tidak cocok bagi bangsa tersebut menurut kelompok tertentu dalam
bangsa tersebut. Karena anggapan mereka tersebut dan didukung oleh adanya
kekuasaan penguasa yang dianggap lemah kekuatannya, sebagian kelompok
menginginkan perubahan yakni revolusi.
Masalah kekuasaan dalam revolusi sering timbul
dalam hal merebut kekuasaaan dan mempertahankannya. Dalam usaha mendapatkan
kekuasaan sering diiringi dengan unsur paksaan yang berupa kekerasan. Kekerasan mempunyai
andil yang penting dalam suatu usaha revolusi karena dengan kekerasan dapat
menumpas dan membersihkan kekuasaan yang lama. Setelah kekuasaan lama tumbah
dan diambil alih, selanjutnya dibentuk sebuah tatanan masyarakat baru dan
kekuasaan yang lebih bersih. Plato dalam The
Republic mengibaratkan hal ini dengan seorang pelukis yang menyapu bersih
seluruh permukaan kanvasnya sebelum memulai menumpahkan wawasan imajinasinya ke
dalam bentuk sebuah lukisan.
E.
Kekerasan Dianggap Lumrah dalam
Kekuasaan
Untuk melaksanakan tujuan dari politik, perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum yang
menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi sumber-sumber dan berbagai
sumber daya yang ada. Pelaksanaan tujuan dan kebijakan tersebut dapat
terlaksana dengan tanpa hambatan apabila adanya kesinkronan antara pemikiran pemegang kekuasaan dengan
masyarakat yang dikuasai. Apabila terjadi ketidaksinkronan diantara kedua belah
pihak, maka jalan yang dianggap mudah dalam pelaksanaan kebijakan adalah dengan
kekerasan.
Namun jalan ini biasanya akan dihadang oleh suatu protes dari
pihak-pihak yang merasa tidak diperlakukan dengan adil. Jalan ini pernah diambil oleh penguasa di Indonesia, saat itu
presiden RI kedua, Soeharto, dalam penerapan kebijakan dengan otoriter dan
kekerasan. Jalan tersebut berakibat protes massal mahasiswa yang berakhir
pelengseran Soeharto. Kebanyakan jalan ini diambil oleh penguasa di negara berkembang, terutama penguasa yang
telah berkuasa lama seperti Soeharto (Indonesia), Muammar Khaddafi (Libya), dan
Muhammad Mursi (Mesir).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Karena dalam melaksanakan
tujuan dari politik,the good life, kadangkala ada seorang,
kelompok ataupun kolektivitas tertentu yang tidak sepaham dengan pemegang
kekuasaan. Maka dalam penerapan kebijakan politik dibutuhkan suatu power yang berwujud kekerasan. Karena
jalan kekerasan adalah yang dianggap paling ampuh, maka lama-kelamaan kekerasan
dalam menerapkan kebijakan politik dianggap lumrah oleh pemegang kekuasaan.
B. Saran
Melihat pola pikir masyarakat negara berkembang
saat ini, kebanyakan masih berfikiran politik tidak perlu,acuh tak acuh. Mereka
beranggapan, siapa saja pemegang kekuasaan di negara mereka itu, sama saja.
Jadi mereka tidak berpikir untuk memilih penguasa yang benar-benar mempunyai skill dan kompeten dalam politik
sehingga dapat membawa kemajuan negaranya. Oleh karena itu otoriter dan
kekerasan masih diperlukan dalam system politik di negara berkembang demi
kemajuan negara sampai mencapai suatu kemajuan pola pikir masyarakatnya.
Tetapi diharapkan adanya suatu keseimbangan
antara kekerasan dengan kewibawaan suatu penguasa. Dan diharapkan kekerasan
bukan karena kepentingan pribadi atau kelompok saja, tetapi merupakan
benar-benar kepentingan negara dalam mencapai tujuan akhirnya yaitu the good life.
Daftar
Pustaka
Adam, Asvi Warman dkk. Soeharto Sehat, Yogyakarta: Galangpress, 2006.
Budiardjo, Prof. Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2008.
Carter, April. Authority
and Democracy, London: Routledge & Kegan Paul Ltd, 1979
Carter, April. Otoritas
dan Demokrasi. Jakarta: CV. Rajawali, 1985.
http://nilaieka.blogspot.com/2010/05/tiga-jenis-kekuasaan.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/05/vi-lapisan-lapisan-dalam-masyarakat-stratifikasi-sosial-3/
Terima kasih atas komentar anda.