Lagu, Tari, dan Musik dalam Satu Seni, Gambang Semarang

9:46 AM 0 Comments A+ a-

Empat penari kian kemari / Jalan berlenggang, aduh… / Langkah gayanya menurut suara / Irama gambang//
Sambil bernyanyi, jongkok berdiri / Kaki melintang, aduh… / Sungguh jenaka tari mereka /
Tari berdendang//
Bersuka ria, gelak tertawa / Semua orang / Kar’na hati tertarik gerak-gerik /
Si tukang gendang//
Empat penari membikin hati / Menjadi senang, aduh… / Itulah dia malam gembira / Gambang Semarang//

Begitulah lirik dari lagu Gambang Semarang “Empat Penari” yang diciptakan oleh Oey Yok Siang tahun 1940. Lagu Gambang Semarang sering dimainkan penari dan penyanyi keturunan Tionghoa. Penari berkebaya encim dengan batik ”semarangan”, diiringi kendang, kecrek, suling, bonang, kempul, dan gong, serta alat musik dari bilah-bilah kayu atau yang disebut gambang.Lagu yang didendangkan sangat menyatu dengan tarian yang dilenggokan dengan gemulai sehingga nampak elok. Kekhasan tariannya terletak pada gerak telapak kaki yang berjungkit-jungkit sesuai irama lagu yang lincah dan dinamis.

Uniknya, tidak hanya alat musik Jawa, alat musik Tionghoa pun juga dipergunakan seperti gesek, konghayan atau tohyan.Gambang Semarang menunjukkan pengaruh Tionghoa yang cukup kuat dalam budaya di Kota Semarang.Ini mencerminkan akulturasi budaya Jawa-Tionghoa.

Alklisah, kesenian Gambang Semarang dibawakan oleh kelompok Gambang Kromong yang berasal dari daerah Kedaung, Bulak, Jakarta Selatan.  Kelompok yang berdiri pada tahun 1930-an ini bernama Putri Kedaung dimana ia diawaki oleh Subardi bersama kakak-kakaknya, Sian, Mpok Neni, Mpok Royom, dan Mpok Ira. Kelompok Putri Kedaung ini kemudian hijrah dari Jakarta. Mereka berpindah-pindah mulai dari Bogor, Bandung, Pekalongan dan Weleri, hingga akhirnya, mereka tiba di Semarang. Di kota inilah, kesenian Gambang dikenal dengan sebutan Gambang Semarang.

Gambang Semarang muncul dan mulai berkembang di Semarang dengan bentuk paguyuban yang anggotanya terdiri dari pribumi dan peranakan Tionghoa. Pementasan kebudayaan ini dilakukan di Gedung pertemuan Bian Hian Tiong, Gang Pinggir. Hingga kini, Gambang Semarang lebih sering nampak dalam perayaan-perayaan tertentu seperti dugderan dan festival seni budaya.

Meski demikian, Gambang Semarang terus mengalami pasang surut hingga akhirnya muncul generasi kedua pada tahun 1957. Saat itu, muncul kelompok baru di bawah pimpinan Lie Tik Boen. Ada hal yang membedakan generasi ini dengan generasi sebelumnya, yakni dalam hal penampilan. Penampilan Gambang Semarang pada generasi ini diwarnai dengan irama music melayu, musik pop, juga lagu Mandarin serta Keroncong.

Pada generasi sekarang, kebanyakan masyarakat Kota Semarang pecinta Gambang Semarang, khususnya anak muda, lagu yang paling diingat adalah Empat Penari. Berbeda dengan generasi tua yang lebih mengenal lagu Malu-Malu Kucing. Hingga kini, salah satu kelompok Gambang Semarang yang masih bertahan adalah Sentra Gambang Semarang. Kelompok ini dipimpin oleh Dimyanto Jayadi dan Putra Subardi.

*oleh: Faiz, Maya, dan Klaudia dimuat dalam Newsletter Universitas Diponegoro edisi Pimnas 27 tahun 2014