Mahasiswa dan bangun pagi

12:02 AM 0 Comments A+ a-

Melanjutkan tulisanku sebelumnya tentang “Bangun pagi itu, relatif”, sekarang aku akan mengajak kamu, iya kamu, para mahasiswa yang notabene kaum pemikir untuk berfikir dan merenung bersama. Ingat, berfikir dan merenung bersama, tanpa berniat menjudge apapun dan siapapun.

Bangun pagi merupakan momok bagi sebagian besar mahasiswa. Sulit benar untuk bangun pagi secara konsisten (betul? Semoga tidak). Mahasiswa terkadang hanya bangun pagi saat  ada jadwal kuliah jam 7 pagi. Kalo jadwal kuliah jam 12 siang ya ntar lah bangunnya, jam 10 aja masih males-malesan lepas bantal guling.

Padahal kebiasaan bangun tidur pagi sangat bermanfaat. Memang, bagi mahasiswa semester muda 1-4 masih belum terasa efeknya. Namun, bagi mahasiswa yang telah berumur akan terasa dampaknya. Bangun pagi ibarat garis start sebelum melaju balapan, berpacu mengejar target tugas akhir atau skripsi beserta revisian dari dosen yang selalu menyertainya. Semoga segera kelar skripsiku, amin….

Kamu mahasiswa muda belum percaya dengan ceritaku (yang notabene mahasiswa berumur). Oke lah, hak kamu untuk percaya atau tidak. Biarkan waktu yang bicara dan mengadilimu jika kebiasaan bangun siangmu belum diubah, hehe

Begini deh biar gampang ilustrasinya. Di saat kamu menginjak semester 5 atau 6, beberapa jurusan mewajibkan (ada yang mengajurkan, ada yang membebaskan) mahasiswa untuk lakukan Magang/Praktik Kerja Lapangan (PKL). Kegiatan ini bertujuan agar mahasiswa merasakan sedikit tentang manis-pahitnya dunia pekerjaan. Tempat magang biasanya punya aturan sendiri-sendiri yang mengatur jadwal kedatangan pemagang. Aku misalnya, saat magang di instansi pemerintah provinsi diberi kelonggaran untuk datang pukul 8 pagi dengan waktu perjalanan 45 menit tanpa menghitungkan resiko macet pakai angkutan umum. Jadi harus berangkat maksimal 7.15. Beda dengan temenku, walau sama-sama magang di instansi pemerintah, dia harus datang jam 7.00 untuk mengikuti apel pagi wajib. Dengan waktu tempuh 30 menit, dia harus berangkat jam 6.30. Kalo macet, ya telat apel, makanya dia berangkat lebih pagi lagi.

Masa-masa magang selesai, lanjut ke semester berikutnya. Semester 7 dan 8 kamu mulai mengambil makul Kuliah Kerja Nyata (KKN). Nah, makul ini lah yang akan mengadilimu berikutnya. Saat KKN, kamu bukan hanya bersinggungan dengan sesama mahasiswa saja, tapi kamu akan dihadapkan dengan hiruk-pikuk dunia masyarakat secara nyata. Apalagi jika ditenjunkan di pedesaan yang notabene tatanan masyarakat dan kepedulian antarwarga masih terjaga, otomatis, check and control masyarakat terhadap mahasiswa KKN masih kuat pula. Bangun siang dikit, masyarakat akan memperbincangkannya dan menyebar, meluas kabarnya.

“Mas, itu temen-temennya kok enggak ikut sarapan. Belum bangun ya?”
“Sudah kok bu, masih pada antri mandi”
Padahal antrinya sambil tergeletak di kasur. Aku terpaksa harus jawab begitu, demi kebaikan bersama kalo kata Pak RT.

Hmmmm…

Begitulah kira-kira sekilas gambaran tentang manfaat bangun pagi semasa kuliah. Seperti yang ku sampaikan di awal tulisan, mari berfikir dan merenung bersama. Merubah kebiasaan untuk bangun pagi terkadang sulit, tapi harus dimulai demi cita-cita bangun keluarga dan bangun negara. Toh, nantinya kebiasaan baik akan berdampak baik pula, bukan?

Bangun pagi itu, relatif

11:39 AM 2 Comments A+ a-

“Aku bangun pagi kok”
“Ha??? Jam 8 baru melek, kamu sebut bangun pagi?”

Memang, masih terjadi perselisihan pendapat tentang definisi bangun pagi.

“Bangun pagi itu jam berapa? Jam 4 dengan jam 6 pagian mana?”
“Ya jam 4”
“Jam 6 dibanding jam 9 pagian mana?”
“Ya pagi jam 6 lah”
“Kalo jam 9 dibanding jam 11 pagian mana? Pasti jam 9 kan?”
“iya”
sambil tertunduk malu

Nah kan, relativitas waktu ternyata ada (kayak teori Einstein aja). Bukan karena waktunya yang relatif, tetapi karena standar orang berbeda-beda.

Standar bangun pagi sesuai dengan norma, pekerjaan, dan kebiasaan lingkungannya. Norma Agama Islam misalnya, bangun pagi menunjukkan bangun sebelum waktu subuh (sekitar pukul 3.50) atau lebih pagi lagi. Bangun setelah subuh dianggap kesiangan.

Para petani padi harus berangkat ke sawah pagi buta. Mengairi tanaman padi tiap hari terutama saat masa padi baru ditanam. Matahari terbit dia sudah pulang dari sawah sambil membawa rumput dua keranjang untuk makan hewan ternak kambing atau sapi.

Koki restoran (warung makan), warung tegal misalnya, harus menyediakan makanan segar pagi-pagi sebelum pelanggan ramai sarapan ria. Ketika aku datang pukul 3.30 pagi, sayur-mayur dan lauk-pauk di warung tegal langgananku sudah pada matang. Jam segitu bisa makan makanan enak yang masih hangat baru angkat dari kompor. Bisa kamu bayangkan, jam berapa koki itu harus bangun untuk memasak begitu banyak makanan yang tertera di daftar menu.

Pekerja kantoran di kota besar yang rawan macet juga tak boleh bangun siang. Pernah suatu kali aku menginap di satu keluarga kantoran yang terletak di Jakarta Timur. Bapak ibu dan anak berangkat pakai satu mobil pukul 5.30 guna menghindari jebakan macet. Sebelum menuju kantor masing-masing, bapak ibu mengantar anak ke sekolah terlebih dahulu.

Guru, presiden, menteri, duta besar, pegawai pemerintah, karyawan MNC, enterpereneur, penyanyi, penyiar berita, wartawan, loper koran, buruh, abang cilok, dan masih banyak sederetan pekerjaan yang menuntut harus bangun pagi dengan artian sekitar pukul 5.00 atau sebelumnya.

“Tangi awan, rejekine dipatok pitik” (Bangun siang, rejekinya dimakan ayam)


Lalu, duhai para calon pemimpi, pemimpi yang memimpikan pekerjaan ideal dan berpenghasilan tinggi, kamu menginginkan pekerjaan apa besok kelak? Siap bangun pagi kan?

KKN dan Pacar, eh Jodoh

8:58 AM 2 Comments A+ a-

Sebagai pemuda, patut lah mengikuti pesan orang tua, termasuk kami mahasiswa semester tua yang bakal terjun ke masyarakat lakukan KKN.

Viral di media sosial bahkan di koran lokal kabar tentang pesan Rektor kampusku, kepada mahasiswa KKN agar tidak mencari pacar (red: calon jodoh) saat KKN demi menjaga nama baik kampus. Salah satu akun medsos menyebut Rektor berkata “Kalau ada yang dapat pacar saat KKN, saya do’akan supaya putus secepat-cepatnya.”

Walau ikut upacara pelepasan tersebut, jujur aku tak berani mengaransi kebenaran kabar tersebut. Apakah itu pesan beliau (red: Rektor) secara serius atau hanya bercandaan. Maklum, Prof  Y merupakan sosok yang ramah dan sering membumbui pembicaraan dengan guyonan renyah guna mencairkan suasana. Serius atau guyonan tergantung konteks pembicaraan dan gaya bahasa dan gaya tubuh saat mengucapkannya. Sedangkan aku tak memperhatikannya.

Terlepas dari benar atau tidaknya kabar tersebut, justru aku mendapat pesan sebaliknya. Pihak jajaran pemangku kebijakan di kecamatan aku ditempatkan justru mengharap ada pemuda-pemudi yang kecantol dengan Mahasiswa KKN. “Kalian datang sejumlah 127, semoga pulang pun sejumlah segitu, tidak kurang suatu apa dengan sehat semua. Syukur-syukur ada pemuda-pemudi sini yang kecantol dengan mas-mbak KKN. Tahun-tahun sebelumnya juga ada.” ujar salah satu perwakilan Kecamatan dalam sambutannya yang disambut tawa riuh mahasiswa KKN Tim I.
-----

“Ya nek misale oleh wong kana ya ora papa. Daripada oleh wong adoh-adoh, mundak ilang. Apa maning nek bocahe ora gelem manggon nang Jambangan. Simak wis tuwo, ora bisa nek tilik adoh-adoh. Temanggung kan cedak seko Bawang-Batang, bisa lah Simak wira-wiri.”

“Lha nek kulo angsale adoh, benten pulau, nek boten malah luar negeri sekalian?”
“Nek gelem manggon nang kene ya ora papa.”

Percakapan via telpon antara anak bungsu dengan Simaknya saat kasih kabar tentang penempatan tempat KKN. Aku sadar, kamu mungkin bingung dengan maksud percakapan itu. Gini deh, aku terjemahin:

“Ya misal kalo kamu dapet gadis sana ya tak apa. Daripada dapet gadis yang rumahnya jauh, ntar hilang. Apalagi kalo dianya gak mau tinggal di Jambangan (nama desaku). Simak (ibu, mama, bunda) dah tua, gak bisa jenguk anak cucu ntar kalo jauh-jauh. Temanggung kan deket dari Bawang-Batang, bisa lah Simak mondar-mandir ke situ,” petuah seorang ibu ke anaknya.

“Lha kalo aku dapatnya jauh, beda pulau, kalo tidak justru luar negeri sekalian?” godaku.

“Ya kalo mau tinggal di sini ya ndak apa,” jawabnya disambut tawa bersama.

-----

Intinya, mari menata hati, luruskan niat dalam ber-KKN. Lalu, kamu punya niat cari jodoh gak?