Bakar Daun Basah

10:17 AM 0 Comments A+ a-

Ucapan Sang Juragan masih terpatri dalam benak,

"Lihat saja, perkumpulanmu tak akan bertahan lama. Mereka masih kolot, tak haus akan ilmu. Seminar Nasional dan diskusi ilmiah datang sekadar isi daftar kehadiran. Kalau gak diwajibin, mana mungkin datang?" Apalagi perjuangkan forum diskusi dan kelas menulis.

Si Cebol coba lawan dalam benak,

"Kalau kita tak memulai merintisnya, lalu kapan akan berubah budaya (yg menurut Juragan) kolot ini? Mohon doanya Gan"

"Untuk apa doa, tak mempan!. Dunia keras, harus dipaksa. Harus ada kemauan," bentak Juragan.

Layaknya menyulut api guna bakar semak daun basah. Entah sampai kapan.

"Ah.."

"Tapi, mungkin sekali terbakar, api akan semakin membara. Lalap apa saja di sekitarnya. Asap akan membumbung tinggi ke angkasa. Terbawa angin hingga belahan dunia sana, tunjukkan keperkasaannya."

"Ya, asap akan memenuhi forum-forum nasional bahkan internasional. Dibicarakan, pengaruhi iklim dunia," tutup Juragan.
----------

Terima Kasih Tuan Kompeni

8:48 AM 0 Comments A+ a-

Tuan Niccolo Moreno sibuk dalam kamarku: meriasku. Selama merias tak hentinya ia bicara dalam Belanda. Menurut ceritanya: ia sering merias para bupati, para raja di Jawa. Pakaian pasukan pengawal para raja di Jawa ia juga yang merencanakan.

Kemudian ia kenakan padaku kain batik dengan ikat pinggang perak. Sehingga muncul watak ke-Jawa Timur-annya yang gagah. Sebuah blangko, kreasi Niccolo Moreno sendiri. Menyusul sebilah keris bertatahkan permata.

Jelas aku keturunan satria Jawa maka sendiri seorang satria Jawa juga. Hanya mengapa justru bukan orang Jawa yang membikin aku jadi begini gagah? Dan ganteng? Mengapa orang eropa? Mungkin Italia? Mungkin tak pernah mengenakan sendiri? Sudah sejak Amangkurat I pakaian raja-raja jawa dibikin dan direncanakan oleh orang eropa.

Dandananku Jawa tulen, melupakan semua unsur Eropa pada kemeja-dada, Gombak, dasi, malah lupa pada lasting dan beledru yang semua bikinan Inggris. (Disarikan dari “Bumi Manusia”, Pram Ananta Toer, 2005, hlm: 196-198)
---

Eksportir-importir sibuk di negeri ini: melayani, memenuhi perut kami. Mereka berbahasa non-Indonesia. Merekalah yang selama ini (mungkin bersusah payah) memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia. Baik, bukan?

Mereka mendatangkan bahan makanan dari luar negri. Kedelai, gandum, jagung, daging, dan padi mengalir deras ke negri ini, negri yang ‘katanya’ negara agraris, tanah surga, subur loh jinawi. Bahkan negara dengan garis pantai terpanjang ke-2 ini pun masih perlu datangkan garam dari negara luar.

Jelas aku orang Indonesia. Hanya mengapa justru bukan orang Indonesia sendiri yang memenuhi pangan dalam negri? Mencukupi pangan sendiri, kedaulatan pangan (food sovereignity), pastikan makanan yg aman (food safety), menjaga keamanan pangan (food security). Mengapa negara lain? Mungkin AS, Tiongkok, atau bahkan Vietnam? Mungkin tak makan kedelai dan beras produksi mereka ‘tipe’ ini (tipe: Genetically Modified Organism). Sudah sejak kran impor dibuka, perdagangan bebas membuat impor pangan makin deras.

Di belahan dunia sana, diaspora orang Indonesia dengan bangga promosikan tahu dan tempe sebagai kuliner Indonesia. Makan tahu tempe dapat sedikit obati rasa kangen dengan tanah asal, Indonesia. Malah lupa, tahu dan tempe yang diklaim jadi makanan khas dan mayoritas penduduk Indonesia makan ini bahan bakunya impor, tahun 2013 hampir 90% kedelai impor dari AS (tempo, 2014). (Mengikuti alur pemikiran Pram Ananta Toer dalam Bumi Manusia)

Mengapa Ganjar menang?

7:46 PM 0 Comments A+ a-

Kemenangan Ganjar Pranowo dalam Pemilihan Gubernur Jawa Tengah merupakan hal yang unik. Patut diamati. Walaupun jika dilihat dari prosentase penguasaan di DPRD, PDI-P sebagai pengusung Ganjar Pranowo- Heru Sudjatmiko (Gagah) (23 %) kalah dibanding calon yang lain. Selain itu, hasil survey beberapa Lembaga survey awal april (dua bulan sebelum pilkada) melihat bahwa Ganjar kalah popular dibanding calon yang lain terutama calon incumbent, Bibit Waluyo. Namun, ternyata saat pemilu Ganjar bisa menang telak dibanding calon yang lain.

Jika dianalisis dengan menggunakan pandangan teoritis tentang perilaku politik dan perilaku memilih, Ada beberapa hal yang bisa menjelaskan kenapa ganjar bisa menang di Jateng. Seperti figure kandidat, identifikasi kepartaian, kelas social, umur dan gender, rational choice dan lainnya.

Pertama, masyarakat Jawa Tengah melihat Ganjar Pranowo sebagai tokoh yang bersih dari korupsi, pintar dan berwawasan luas mudah diterima oleh masyarakat dan bisa membawa perubahan ke arah lebih baik bagi Jawa Tengah. Sementara calon incumbent Bibit Waluyo yang dalam pilkada sebelumnya didukung PDIP dengan semua prestasinya, ternyata tidak berhasil meyakinkan publik Jawa Tengah. Ia tidak bisa meyakinkan masyarakat, jika terpilih lagi akan membuat Jawa Tengah menjadi lebih baik lagi.

Figur Ganjar Pranowo merupakan calon muda, gagah, dan enerjik. Selain itu, Ganjar lebih karismatik dan lebih muda disbanding calon yang lain. Ini cukup memikat para pemilih pemula terutama wanita.

Kedua, Ganjar Pranowo, mendapat dukungan yang solid dari Partai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Itu dapat dilihat dari instruksi Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Mega mengatakan daerah lain boleh kalah, tapi Jawa Tengah adalah bumi Marhaenisme dan harus menang. PDIP mampu memobilisasi pendukung-pendukungnya untuk memenangkan salah satu calonnya

Sementara calon incumbent Bibit Waluyo yang dalam pilkada sebelumnya didukung PDIP dengan semua prestasinya, ternyata tidak berhasil meyakinkan publik Jawa Tengah. Ia tidak bisa meyakinkan masyarakat, jika terpilih lagi akan membuat Jawa Tengah menjadi lebih baik lagi.

Selain itu, identifikasi kepartaian para pendukung PDI-P juga berperan. PDI-P merupakan partai yang solid. Mereka mampu memobilisasi pendukung-pendukungnya untuk memenangkan salah satu calonnya. Walaupun pada awalnya hampir terjadi perpecahan karena Rustriningsih yang mempunyai basis massa pendukung yang cukup kuat di beberapa kabupaten/ kota di Jateng belum menentukan dukungannnya, tapi pada akhirnya menentukan dukungannya ke Ganjar. Oleh sebab itu, selain figur mesin politik PDIP di Jateng nampaknya juga menjadi penentu kemenangan mutlak Ganjar-Heru.

Hal ini juga sekaligus membuktikan, bahwa massa pendukung PDIP di Jateng, masih sangat loyal terhadap partainya. Massa pendukung PDIP juga nampaknya tidak mau tercerai-berai, disebabkan persoalan Rustriningsih yang tidak jadi calon Gubernur.

Sikap ini juga sekaligus menunjukkan pilihan rasionil dari para pendukung PDIP di Jateng, dengan pertimbangan, jika tidak mendukung pilihan DPP PDIP, maka tidak akan mendapatkan apa-apa juga. Apalagi diantara ketiga pasangan ini, ada kader PDIP (Don Murdono) dan mantan dukungan PDIP di 2008 (Bibit Waluyo), yang jelas sudah berseberangan.

Terbuktilah, pada ‘injure time’, penentuan sikap untuk satu pilihan yang diusung PDIP, akhirnya menjadi dukungan total massa pendukungnya. Dan hal ini juga sekaligus membuktikan, bahwa provinsi Jateng, masih sebagai basis massa PDIP, yang belum tergoyahkan.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa kemenangan ganjar di pilkada jateng tahun 2013 tidak disebabkan salah satu faktor saja, tapi didukung beberapa factor/variabel yang berjalan bersama-sama seperti figur ganjar yang gagah, kharismatik dan  bersih, mesin partai yang solid tidak ada perpecahan, pilihan rasional pemilih yang menginginkan calon pemimpin yang bisa membawa jateng ke arah yang lebih baik, dan kedekatan partai pendukungnya.