Pindah Pilih, Tiada Dalih untuk Tak Memilih

1:05 AM 0 Comments A+ a-

Tahun 2014, Indonesia menyelenggarakan hajat besar dunia politik, yaitu pesta demokrasi yang diwujudkan melalui pemilihan umum (pemilu). Sayangnya, tidak semua Warga Negara Indonesia (WNI) dapat merayakan pesta demokrasi tersebut di daerah asal mereka. Misalnya, mahasiswa rantau yang tengah menempuh pendidikan di kota orang. Libur satu hari yang diperoleh, tak mampu mengantar mereka pulang ke daerah asal mereka untuk mencoblos. Lantas, apakah mereka tetap bisa ikut merayakan pesta demokrasi tersebut?

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) Kota Semarang dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Undip bekerjasama mengawal Pileg 2014 yang di­laksanakan serentak di seluruh wilayah In­donesia, Rabu (9/04). Pileg dilangsungkan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Dae­rah (DPRD). BEM KM, melalui Kementerian Sosial dan Politik (Kemensospol), memfasi-litasi mahasiswa rantau yang ingin menggu­nakankan suaranya. Fasilitas tersebut berupa penyediaan posko pindah pilih bagi maha­siswa rantau.

Pindah pilih adalah sarana yang me­mungkinkan mahasiswa memilih di luar dae­rah asalnya. Dalam hal itu, mahasiswa yang bisa melakukan pindah pilih merupakan ma­hasiswa yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tambahan Nasional (DPTN).

Kebijakan KPU
Menurut Peraturan KPU No. 26 Tahun 2013, seseorang yang akan pindah pilih ha­rus menggunakan model surat form A.5-KPU dari PPS asal. Form ini merupakan syarat ma­suk DPTN. Namun, tidak semua orang bisa mendapatkan surat form A.5-KPU dari PPS asal karena berbagai alasan. Maka, keluarlah Surat Edaran KPU No. 127/KPU/III/2014 tanggal 4 Maret 2014 sebagai solusi dari per­masalahan tersebut. Surat edaran itu memuat mekanisme pindah pilih dapat dilakukan tanpa harus ke daerah asal. Mahasiswa cukup meminta model A.5-KPU langsung ke Pani­tia Pemungutan Suara (PPS) domisili saat ini.

Sekitar 60 persen dari 43.700 maha­siswa Undip, yakni sekitar 25 ribu maha­siswa, merupakan mahasiswa rantau. Oleh karena itu, BEM KM mengupayakan agar proses pindah pilih dapat dilakukan secara mudah.

“Peran mahasiswa Undip sendiri dalam menyikapi pindah pilih ini masih tergolong minim. Jumlah mahasiswa yang mengurus pindah pilih hanya sekitar dua ribu, tidak ada sepuluh persen dari 25 ribu mahasiswa ran­tau,” ujar Heri Setiawan, Menteri Sosial dan Politik (Mensospol) BEM KM.

Jumlah mahasiswa yang pindah pilih se­benarnya tidak dibatasi. KPU sudah menye­diakan tiga ribu Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di Kota Semarang, de-ngan kuota 50 ribu pemilih pindahan. “TPS di Tembalang ada 300 TPS, artinya dapat menampung kuota sekitar tiga ribu pemilih pindahan,” ujar Heri.

Mahasiswa yang telah melakukan pin­dah pilih, tidak bisa memilih calon wakil rakyat dari daerah asal mereka. Calon wakil rakyat yang dipilih adalah calon wakil rakyat dari daerah tujuan. Dalam hal itu, check and balance antara pemilu eksekutif dan pileg akan terputus.

Heri menuturkan, sebenarnya, tujuan diadakannya pindah pilih ialah untuk mem­fasilitasi agar tingkat partisipasi mahasiswa dalam pemilu tetap tinggi. “Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mahasiswa men­jadi golput (golongan putih, red). Pertama, golput karena faktor ideologis. Mahasiswa yang bersangkutan memang tidak percaya lagi tentang pemilu, parpol (partai politik, red), dan caleg (calon legislatif, red). Kedua, golput administrasi. Mahasiswa tersebut ti­dak bisa pulang ke daerah asal karena ber-bagai alasan,” kata Heri menerangkan.

Pandangan Mahasiswa
“Cara mengurusnya gampang. Tinggal menyerahkan fotokopi Kartu Tanda Pen­duduk (KTP) dan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM), lalu melengkapi data di form yang tersedia. Selanjutnya, kita tinggal datang ke TPS yang ditunjuk dan bisa nyoblos,” ujar Syauqati Sabrina. Menurut mahasiswa Jurus-an Matematika angkatan 2010 asal Medan tersebut, mencoblos bukan hanya kewajiban sebagai warga negara, melainkan merupakan wujud kepedulian terhadap kondisi bangsa.

Berbeda dengan Syauqati, mahasiswa Fakultas Hukum angkatan 2012 yang berasal dari Padang, Fitria Rahmadani, justru tidak bisa mencoblos. “Saya tidak dapat menco-blos di sini karena saya tidak terdaftar dalam DPTN. Hal itu disebabkan karena posisi saya tidak ada di Padang. Sedangkan ketika me-ngurus kepindahan di PPS di sini, saya tidak diperbolehkan memilih karena tidak tercan­tum di DPTN. Mekanisme ini sangat rumit dan membingungkan,” ujar Fitria.
---

Oleh: Anisah Novitarani dan Faiz Balya Marwan
*dimuat dalam Joglo Pos Manunggal EDISI II/ TAHUN XIV/ 25 April - 08 Mei 2014

Sistem Pemilihan SM KM Undip Akan Diubah

1:00 AM 0 Comments A+ a-

Undip akan mengubah sistem pemilihan Senat Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (SM KM) tahun 2015. Sistem kepartaian yang selama ini dipakai akan diganti dengan sistem delegasi. Pembaruan sistem tersebut memungkinkan pemerataan jumlah keterwakilan mahasiswa tiap fakultas di tubuh SM KM.

PADA 2014, sistem yang berlaku dalam pemilihan SM KM adalah demokrasi tertu­tup. Sistem itu menjadikan setiap mahasiswa hanya memilih partai tanpa mengetahui siapa calon senator yang diusung partai tersebut. Selanjutnya, partai akan menentukan kader mereka untuk menduduki posisi di SM KM sesuai jatah kursi yang diperoleh. Akibatnya, mahasiswa tidak dapat meminta pertang­gungjawaban secara langsung dari senator tingkat universitas. Hal itu dijadikan dasar berpikir para mahasiswa yang ada di fakultas ketika mengusulkan pergantian sistem kepar­taian.

Sistem delegasi tersebut telah diba­has dalam rapat tata lembaga di Hotel Salib Putih, Selasa-Rabu (25-26/02). Rapat terse­but merupakan rapat pertama yang dihadiri Pejabat Rektorat Bidang Kemahasiswaan, Ketua SM KM Undip, Presiden Badan Ekse­kutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Undip, Pembantu Dekan III, Ketua SM Fakultas, Presiden BEM masing-masing fakultas, serta perwakilan lima Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Selanjutnya, rapat kedua diadakan di Ruang Sidang Rektorat.

Pembantu Rektor III, Warsito SU, me-ngatakan, selama ini Undip menggunakan sistem partai yang mengakibatkan SM tidak menyalurkan aspirasi mahasiswa secara luas. Menurutnya, SM terkesan hanya menyalur­kan aspirasi dari partai pengusungnya. Lebih lanjut, Warsito menuturkan, hal itu lebih tepat dikatakan sebagai demokrasi yang terkon­taminasi oleh liberalisme dan kapitalisme, bukan lagi demokrasi Pancasila.

Perubahan tata lembaga itu telah diatur dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi. Dengan demikian, aturan di Perguruan Tinggi harus menyesuai­kan dan tidak boleh bertentangan. “Tujuan dari perubahan sistem ini supaya ada sinergi antarlembaga,” tutur Warsito.

Sistem Delegasi

Teknis yang digunakan dalam sistem delegasi adalah seluruh SM masing-masing fakultas mendelegasikan dua orang per­wakilan untuk diajukan menjadi anggota senat universitas. Dengan catatan, dua orang tersebut adalah anggota aktif SM fakultas. Dengan demikian, mereka memiliki peran multiamanah, yaitu aktif di senat fakultas dan senat universitas. Penentuan delegasi senat universitas diserahkan sepenuhnya sesuai kebijakan masing-masing fakultas. Seluruh UKM juga memiliki hak untuk mengirimkan lima orang wakilnya di senat universitas.

Undip memiliki sebelas fakultas. Jika masing-masing fakultas diambil dua maha­siswa sebagai perwakilan, maka akan ter­kumpul 22 anggota SM KM. Anggota SM KM juga terdiri dari lima perwakilan dari 43 UKM yang ada di Undip. Dengan demikian, jumlah anggota SM KM menjadi 27 maha­siswa. “Anggota senat berjumlah ganjil ini bukan tanpa tujuan. Kami menghindari ang-ka yang sama saat melakukan voting,” ujar Ketua SM KM, Ihsan Hidayat.

Pro dan Kontra

Beberapa perwakilan SM fakultas me­nyatakan tidak setuju dengan penghapusan sistem kepartaian. Mereka menilai, penggu­naan sistem delegasi merupakan sebuah ke­cacatan. Pasalnya, para delegasi yang terpilih akan menjadi multiamanah, mempunyai tu­gas dan tanggung jawab ganda.

Hal itu memungkinkan adanya ketidak­fokusan dalam melaksanakan salah satu ama­nah. “Perlu dipertanyakan, akan lebih aktif di mana? Senat tingkat fakultas atau senat tingkat universitas?” ujar Ketua SM Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Fikri Delardi. Selain itu, menurutnya, akan ada diskriminasi jumlah keterwakilan masing-masing anggota SM.

Di lain sisi, ada yang mendukung ke­bijakan baru tersebut. “Kebijakan ini akan menyehatkan kembali dan menyelaraskan or­ganisasi mahasiswa,” ujar Ketua SM Fakultas Hukum (FH), Tiopius Endar Bonar. Menurut­nya, pembaruan kebijakan tersebut membuat sistem partai yang cenderung dikuasai ang­gota partai berubah menjadi sistem delegasi yang bebas dan tidak terikat. Lebih lanjut, dia menuturkan, dengan demikian, senat jelas pada fungsinya, sebagai lembaga legislatif yang independen dan dapat mewakili maha­siswa Undip secara keseluruhan. (Faiz dan Joszy)
---

*dimuat dalam Joglo Pos Manunggal EDISI II/ TAHUN XIV/ 25 April - 08 Mei 2014

KMHD Resmi Menjadi UKM

12:54 AM 0 Comments A+ a-

Tahun ini, Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) Undip resmi menjadi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) setelah dikeluarkannya Keputusan Rektor Undip Nomor 79/UN7.P/HK/2014 tentang Pengangkatan Pengurus UKM Undip tahun 2014. Pada awal berdirinya, UKM KMHD merupakan komunitas kecil beranggotakan sepuluh mahasiswa Undip. Mereka membentuk KMHD pada 2012 di Pura Agung Giri Natha, Semarang.

UKM KMHD merupakan satu-satunya UKM berbasis agama Hindu yang ada di Undip. Se­benarnya, ide pembentukan UKM KMHD sudah ada sejak tahun 2010, sekitar dua tahun setelah KMHD terbentuk. Namun, perbedaan jurusan rupanya menjadi kendala tersendiri.

Pada akhir tahun 2013, KMHD meng-ajukan diri untuk menjadi UKM. Made Wira Karisma, Ketua UKM KMHD, menuturkan bahwa UKM ini merupakan wadah untuk memperat kekeluargaan sekaligus sarana tu­kar aspirasi antarmahasiswa pemeluk Agama Hindu di Undip.

Meski baru resmi menjadi UKM di Un­dip, UKM binaan Wayan Sukarya Dilaga ini telah melaksanakan berbagai kegiatan. Mi-salnya, malam keakraban (makrab) dan ber­partisipasi dalam acara yang diselenggarakan Keluarga Mahasiswa Hindu dari berbagai universitas di Pulau Jawa.

Proses Menjadi UKM

Para anggota KMHD menginginkan wadah yang lebih besar, tidak hanya sebatas komunitas. Mereka lantas mengupayakan KMHD menjadi UKM. “Dengan menjadi UKM, secara otomatis kami mempunyai lem­baga yang menaungi. Maka, kami bisa lebih maksimal dalam perekrutan anggota dan ber­bakti kepada masyarakat,” kata I Gusti Krish­na Aditama, salah satu pelopor KMHD yang kini menjabat sebagai Kepala Departemen Humas KMHD.

Khrisna menyebutkan, ada beberapa tahap yang harus dijalani KMHD sebelum menjadi UKM. “Sebelum pengajuan menjadi UKM, sepuluh pelopor KMHD mengumpul­kan data mahasiswa Hindu yang ada di Undip dari angkatan 2009 sampai angkatan 2012. Selanjutnya, kami mengajak mereka dan merapatkan barisan untuk mencapai target resmi menjadi UKM,” terang Khrisna.

Selain itu, KMHD juga mengajukan proposal yang dilampiri dengan kegiatan yang telah dilaksanakan KMHD sejak awal berdiri. “Setelah berupaya semaksimal mung­kin, KMHD resmi menjadi UKM pada tahun 2014,” ujar Wira.

Menurut Purnomo Pujiwati, Kepala Biro Administrasi Kemahasiswaan, ada be­berapa pertimbangan untuk menyetujui usul-an kegiatan mahasiswa sebelum diresmikan menjadi UKM. “Calon UKM merupakan suatu komunitas mahasiswa yang sudah berkegiatan, lebih bagus lagi bila sudah ada prestasi yang diraih,” kata Puji. Selanjutnya, calon UKM menyerahkan berkas pada Pem­bantu Rektor III, yang berisi proposal peng-ajuan UKM baru yang dilampiri laporan ke-giatan yang pernah dilaksanakan serta presta­si yang pernah diraih. “Kemudian, proposal akan dibaca, dievaluasi, dan dipertimbangkan apakah disetujui menjadi UKM atau tidak,” ujarnya menambahkan.

Menurut Puji, Undip akan memberi ru­ang untuk komunitas agama yang dianut ma­hasiswa, termasuk agama Hindu yang meru­pakan salah satu agama resmi di Indonesia. “Sebelumnya, di Undip sudah ada UKM In­dahnya Persaudaraan Islam (Insani) bagi ma­hasiswa beragama Islam, UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen Protestan (PMKP) bagi mahasiswa beragama Kristen Protestan, dan UKM Pelayanan Rohani Mahasiswa Katolik Pusat (PRMKP) bagi mahasiswa beragama Katolik. Selayaknya, kami juga memfasilitasi keinginan mahasiswa pemeluk Agama Hindu untuk mendirikan UKM,” ujarnya menerang­kan. (Faiz, Shela)
---

*Dimuat di Joglo Pos Manunggal EDISI I/ TAHUN XIV/ 30 Maret - 13 April 2014