Review-“Mill Versus Comte as Positivist Philosophers of Science” dalam Comte After Positivism

11:45 PM 0 Comments A+ a-

Pendahuluan
Gagasan Comte tentang apa artinya positivism secara fundamental berbeda dengan Mill. Sebelum saya memulai diagnosa tentang kesalahtafsiran Mill, saya akan memaparkan perbedaan beberapa kata/istilah tentang positivisms mereka.

Apakah Filsafat Merupakan Bagian dari Ilmu Pengetahuan?
Intinya adalah bahwa pandangan Comte tentang hubungan filsafat dan ilmu pengetahuan berbeda dengan apa yang mengharapkan dari positivis abad kesembilan belas. Pada abadkesembilan belas, positivis terdiri dari dua jenis. Semua menolak metafisika dan menggunakan pendekatan ilmiah yang ideal untuk pengetahuan. Namunsecara bertahap, kedua ambisi (keinginan) megah tersebut mendapatkan tekanan oleh metodologis ketat (kritis) yang semakin lama semakinberkembang. Kedua, tentu saja alasan Mill memberikan pemikiran itu adalah untuk menjelaskan kegagalan Comte.

Secara umum,  sejarah ini tampaknya cukup akurat. Selama abad kesembilan belas, positivis cenderung semakin penting untuk memegang anti-metafisika mereka terhadap masa lalu atau sekarang. Akhirnya, perbedaan antara sistematis dan positivisme kritis sangat membantu untuk mencari tokoh-tokoh transisi seperti Mill yang masih terbuka mengemban regenerasi progresif dan sosial sebelumnya. Mereka yang melihat bahwa dunia akan menjadi tempat yang lebih baik ketika mode pemikiranpositif mendapat kemenangan.

Seperti yang saya paparkan dalam Pendahuluan, orang tidak boleh berasumsibahwa Comte adalah lugas anti-metafisikal. Tidak seperti sistematis ataupositivis kritis,pandangannya tentang hubungan antara pemikiran ilmiah dan pra-ilmiah adalah tidak berdasarkan disjungsi.

Pengamatan empiris dan rasionalitas ilmiah mungkin memang ditakdirkan untuk kembali menempatkan teologi dan metafisika, tetapi takdir ini hanya sebagian terwujud dankurang dipahami. Untuk mengatur itu, perlu ditetapkan kriteria untuk rasionalitas dan kebenaran pada model ilmu pengetahuan. Namun bagi Comte, tepatnya asumsi ini masih kontroversional, maka hanya dimulai dengan tujuan membersihkan berlama-lamanyapengaruh metafisik.

Mill sebagai Filsuf Ilmu Pengetahuan
Dalam sub-bab ini, akan dijelaskan pemikiran Mill tentang apa yang harus dilakukan oleh filsuf positivis of science selanjutnya?.

Dua aspek penalaran Mill di sini memberitahu kita tentanghal yang kita perlu tahu tentang orientasi filosofis pada umumnya. Pertama, referensi sepintas kepada pendahulu tentang penggunaan pertanyakannya dari kata yang sama, "ilmu pengetahuan" untuk keduapemikiran yaitu klasik dan modern memberikan ukuran awal bagaimana keyakinan diri Mill sebagai positivist sering bisa membuat seorang hakim miskin memiliki tujuan lain. Dia tampaknya tidak menyadarinya.

Selain itu, Mill tidak menyadari bahwa jikadibandingkan Yunani, ilmu pengetahuan diambil bersama-sama dengan penegasan tempat lain.Hukum tiga tahap Comte, sebenarnya bertentangan. Seperti yang akan kita lihat, Hukum Comte mengatakan bahwa sebelum Socrates, Plato, dan Aristoteles semua milik waktu ketika filsafat sedang berjuang untuk membuat transisi dari teologis untukpemikiran metaphysical, dan pandangan mereka sangat jauh lebih selaras dengan teologis daripada spirit ofpositive sciens.

Kegagalan Comte sebagai Filsuf Ilmu
Dalam sub-bab ini akan dijelaskan sudut pandang temporal yangdisusun sedemikian rupa sehingga tiga momen waktu yang adil.Dari perspektif ini, menjadi jelas alasan mengapaMill mencela Comte karena lalai dari kebutuhan terbesar ilmu pengetahuansaat ini, yaitu suatu bukti.

Menurut Mill, salah satu kelemahan mendasar dalam filsafat ilmu pengetahuan Comte adalah milik kegagalan untuk melihat bahwa ada dua bagian ilmu pengetahuan dan dengan demikian juga untuk logikanya.

Pertanyaan Hukum Kausal
Menurut Mill, kegagalan Comte untuk mengenali kebutuhan sebagai buktilogika adalah terhubung dengan kegagalannya untuk memahami bagaimana konsep kausalitas tokoh di penjelasan ilmiah. Dalam ilmu, Millmenegaskan ada tiga jenis induktif hukum: (a) hukum empiris, (b) hukum benar-benar kausal (ultimate), dan (c) hukum penyebab universal.

Pandangan Mill adalah bahwa empiris hukum menyangkut keseragaman koeksistensi dan suksesi yang bersifat kondisional atau lokal dan berubah-ubah dari lingkup yang relatif terbatas.

Apakah Filsafat Berasal “Dari” atau “Tentang” Ilmu Pengetahuan?
Kritik Mill tentang Comte pada psikologi mengikuti pola yang sama seperti dua kritik yang baru saja dibahas. Mill tampaknya tidak mengerti bahwa ada antara dirinya dan Comte ketidaksepakatan jiwa yang fundamentral tentang hubungan filsafat ilmu pengetahuan,mental atau sebaliknya metodologis diformalkan atau tidak.

Seperti Comte, para empirisis logis menolak bicara metafisik tentang diri atau jiwa dan cenderung mendukung beberapa spesies behaviorisme. Namun, pandangan mereka tentang psikologi tampaknya dibentuk bukan oleh Comte atau Mill langsung tetapi dengan asumsi metafisik atau epistemologis favorit mereka sendiri tentang bagaimana verifikasi empiris mungkin. Dengan demikian, misalnya, rencana Carnap untuk mengurangi semua psikologis istilah untuk hal-bahasa berasal dari tesis umum nya fisikalisme.

Kesimpulan
Mengenai kebangkitan ilmu pengetahuan, Mill setuju sepenuh hati dengan pelajaran dasar hukum tiga tahap Comte ilmu yang harus selalu menggantikan teologi dan metafisika. Mereka juga berpendapat bahwa kemenangan intelektual ilmumungkinmembuat regenerasi sosial radikal. Mengenai kemungkinan terakhir ini, Mill sama sekali tidak yakin bahwa sepenuhnya Kondisi positif  sudah dekat. Memang ia sering mengkritik Comte karena gagal menghargai kekuatan politik dan agama yang menghambat perkembangannya. Namun jika Comte lebih optimis tentang kemajuan sosial, Mill adalah lebih percaya diri tentang kemenangan pengetahuan ilmiah epistemologis.
---

Review: Robert C. Scharff-“Mill Versus Comte as Positivist Philosophers of Science” dalam Comte After Positivism  Hal. 45-73 MPHI

Review-“Bab 2, The Comparative Approach: Theory and Method”

11:47 PM 0 Comments A+ a-



Pendahuluan
Dalam penelitian ada beberapa sudut pandang yang bisa digunakan, salah satunya adalah Comparative Approach. Agar mudah dalam memahami sudut pandang ini, kita akan menguraikan hal-hal penting dari seni membandingkan dengan membahas hubungan antara teori dan metode seperti yang dibahas dengan mengacu pada Comparative Approach.
Ada pedoman yang bisa digunakan sebagai acuan dalam menggunakan Comparative Approach untuk menganalisa atau menjelaskan masalah sosial dan perkembangan politik, antara lain:
1.      Menggambarkan subjek inti dari penyelidikan komparatif. Dimana mempertanyakan apa sebenarnya yang harus dijelaskan dan bagaimana kita mengenali kebutuhan untuk perbandingan.
2.      Mengembangkan pandangan dan konsep teoritis serta ukuran apa yang dimaksudkan (validitas internal) yang memiliki suatu kapasitas pemersatu untuk menjelaskan proses-proses politik dan sosial pada umumnya (validitas eksternal).
3.      Membahas logika dari metode comparative sebagai sarana untuk suatu tujuan tertentu, bukan selain sebagai tujuan itu sendiri.

Comparative Research and Case Selection
Menurut Robert, penelitian politik dan sosial komparatif dapat dilakukan dengan cara, yaitu mendeskripsikan fitur yang dimiliki untuk meningkatkan pengetahuan tentang politik dan masyarakat sebagai proses. Definisi ini masih berupa definisi secara umum, masih perlu penjabaran mendalam agar menjadi desin teoritis dan strategi penelitian yang jelas. Salah satu cara yang bisa digunakan untuk menjabarkan lebih dalam lagi adalah membandingkan dengan sistem yang ada dalam masyarakat.
Tidak ada penelitian komparatif tanpa didasari argumen teoritis yang luas, atau tanpa desain penelitian metodologis yang memadai untuk melakukan itu. Langkah penting dalam proses ini adalah merenungkan hubungan antara kasus yang dikaji dan variabel yang digunakan dalam analisis. Desain Penelitian dalam hal unit pusat (seperti pemerintah, pemilu, negara kesejahteraan dan lain-lain) yang menyiratkan hubungan teoritis yang dikaji dan mengarahkan serta unit pengamatan (seperti tahun  jika perubahan difokuskan pada semua pemerintah atau parlemen di seluruh dunia).

The Use of Comparative Analysis in Political Science: Relating Politics, Polity and Policy to Society
Menurut Sartori (1991: 244-5), sebagai tekanan, kita perlu membandingkan dalam rangka untuk mengontrol unit diamati variasi atau variabel yang membentuk hubungan teoritis. Bahkan, apa yang peneliti coba adalah untuk mengidentifikasi apakah perlu dan cukup kondisi di mana hubungan terjadi dalam kenyataan.
Pendekatan komparatif adalah salah satu hal yang penting dalam ilmu politik dan sosial, tergantung pada definisi subjek inti dan pertanyaan penelitian  juga harus memperhitungkan bahwa pengetahuan tentang kasus tersebut yang membentuk pembicaraan merupakan prasyarat penting untuk mencapai jenis perbandingan analisa yang baik. Oleh karena itu, jenis internal perbandingan dapat berguna untuk melaksanakan analisis eksternal dari fenomena yang sama. Pendekatan komparatif untuk ilmu politik tidak dengan sendirinya eksklusif, tetapi jika kita mengikuti gagasan bahwa konsep-konsep yang berasal dari teori tentang dunia nyata harus diselidiki dengan cara mengendalikan variasi seperti yang diamati di dunia nyata, kita tidak bisa menjauhkan diri dari pendekatan ini.
Sebuah langkah penting dan krusial dalam penggunaan dan penerapan pendekatan komparatif  adalah masalah pembentukan konsep, yang dapat melakukan perjalanan melintasi waktu, situasi, atau masyarakat. Dengan kata lain, bagaimana mendefinisikan konsep-konsep penting dan kemudian mengembangkan klasifikasi sistematis variabel yang mewakili hubungan teori yang diusulkan dan yang berasal dari subjek inti dari disiplin, yaitu: 'politik' dalam masyarakat.
Sejumlah peneliti komparatif telah menarik perhatian ke arah membingungkan ini menggunakan 'unit variasi' syarat dan 'unit pengamatan', yang dengan mudah mengarah ke
menyamakan deskripsi dengan penjelasan. Namun, sangat penting untuk tahu persis apa yang sedang dibahas, jika kita ingin memvalidasi pernyataan teoritis dengan cara empiris pengetahuan. Przeworski dan Teune mengusulkan perbedaan antara 'tingkat pengamatan' dan tingkat analisis, sedangkan Ragin memperkenalkan istilah unit observasional dan Unit yang jelas. Perbedaan antara pengetahuan dan peyataan teoritis masing-masing berguna, tapi mungkin masih membingungkan untuk praktisi. Singkatnya, analisis komparatif dari 'politik' dalam masyarakat dimulai dengan perumusan unit variasi dengan mengacu pada hubungan pada tingkat makro-scopical (yaitu tingkat sistemik). Dengan merinci unit-unit ini, seseorang harus selalu diingat bahwa unit pengamatan sistem (atau kasus sedang dikaji) yang digunakan tidak identik, tetapi dianggap serupa. Akhirnya, unit pengukuran tidak dengan definisi sama dengan sifat analitis sebagaimana didefinisikan dalam teori sosial dan terkait pertanyaan penelitian.

Kesimpulan
            Comparative Approach adalah salah satu hal yang penting dalam ilmu politik dan sosial, tergantung pada definisi subjek inti dan pertanyaan penelitian  juga harus memperhitungkan bahwa pengetahuan tentang kasus tersebut yang membentuk pembicaraan merupakan prasyarat penting untuk mencapai jenis perbandingan analisa yang baik. Oleh karena itu, jenis internal perbandingan dapat berguna untuk melaksanakan analisis eksternal dari fenomena yang sama. Pendekatan komparatif untuk ilmu politik tidak dengan sendirinya eksklusif, tetapi jika kita mengikuti gagasan bahwa konsep-konsep yang berasal dari teori tentang dunia nyata harus diselidiki dengan cara mengendalikan variasi seperti yang diamati di dunia nyata, kita tidak bisa menjauhkan diri dari pendekatan ini.

Review- Tingkat-tingkat analisa dalam Ilmu Hubungan Internasional

11:49 PM 0 Comments A+ a-

Pendahuluan
Salah satu jenis penelitian adalah deskriptif. Dalam mendeskripsikan, menjelaskan dan meramalkan perilaku dalam HI secara jelas, kita harus menunjukkan ketelitian dalam melakukan analisa. Kita harus memilih bidang yang hendak dikaji, menetapkan ruang lingkupnya, menentukan tingkat analisa, dan menentukan metode yang hendak digunakan.

Dalam proses menentukan tingkat analisa, kita menetapkan unit analisa dan unit eksplanasi. Unit analisa adalah objek yang akan dideskripsikan, sedangkan unit eksplanasi adalah variable yang mempengaruhi objek yang kita analisa. Pemilihan unit eksplanasi inilah yang menentukan tingkat analisis mana yang akan kita tekankan.

Tingkat analisa dianggap penting karena dapat membantu kita memilih faktor mana yang akan ditekankan, memilih mana dampak dari sekumpulan fakto rterhadap suatu fenomena dan antisipasi jika terjadi kesalahan metodologis (fallacy of composition-sebagian menjelaskan keseluruhan dan ecological fallacy­-keseluruhan menjelaskan sebagian).

Identifikasi tingkat analisa
Terdapat 5 tingkat analisa yang dapat digunakan dalam penelitian HI, yaitu:

1.   Perilaku Individu
Penelitian menggunakan tingkat analisa ini karena beranggapan bahwa fenomena HI merupakan akibat dari perilaku-perilaku individu yang saling berinteraksi di dalamnya.

2.   Perilaku Kelompok
Peneliti menggunakan tingkat analisa ini karena menganggap bahwa individu biasanya melakukan tindakan internasional secara berkelompok.

3.   Negara-Bangsa (nation-state)
Peneliti yang menggunakan tingkat analisa ini berasumsi bahwa Hubungan Internasional pada dasarnya didominasi oleh perilaku negara-negara.

4.   Pengelompokan Negara-negara (multi-negara)
Seringkali dalam HI Negara-Bangsa tidak bertindak secara sendiri-sendiri, tetapi bertindak sebagai suatu kelompok negara. Menurut peneliti yang memakai tingkat analisa ini, HI pada dasarnya merupakan interaksi yang membentuk pola dan pengelompokan. Pengelompokan negara seperti pengelompokan regional, persekutuan ekonomi perdagangan, blok ideologi, dan lain sebagainya.

5.   Sistem Internasional
Negara-bangsa di dunia ini saling berinterasi membentuk suatu sistem. Struktur sistem dan perubahan yang dialaminya akan menentukan perilaku aktor-aktor HI yang terlibat di dalamnya. Sistem yang berlaku dalam suatu wilayah akan mempengaruhi perilaku negara-bangsa di dalamnya. Karena sistem Internasional dianggap penting, maka analis menekankan tingkat analisa pada tingkat ini dan menganjurkan untuk mempelajari sistem-sistem yang ada.

Penetapan Tingkat Analisa
Menurut J. David Singer, dalam ilmu apapun ada keharusan untuk memilih sasaran analisa yang tertentu. Begitu juga dengan penelitian dalam HI, kita tidak bisa mempelajari HI dengan menelaahnya menggunakan lima tingkat analisa sekaligus. Kita tidak bisa mempelajari segala hal dalam waktu yang sama. Oleh karena itu, sebelum memulai penelitian kita harus memilih dan menetapkan tingkat analisa yang akan kita gunakan.

Menurut Singer, terdapat dua tingkatan analisa yang paling sering diperhatikan dalam analisa HI, yaitu tingkat negara-negara dan tingkat sistem internasional (sistem global). Masing-masing tingkat analisa menuntun kita untuk melihat hal-hal yang berbeda, sehingga kita harus menyadari adanya perbedaan di antara tingkat-tingkat analisa tersebut. Selain itu, masing-masing tingkat analisa juga memiliki tantangan dan masalah kesempatan yang berbeda jika digunakan dalam penelitian.

Pada umumnya ada dua hal yang dipertimbangkan dalam menentukan suatu tingkat analisa yaitu teori dan tujuan analisa. Pertama, teori yang kita miliki tentang fenomena yang hendak kita analisa sangatlah penting. Teori akan menuntun kita untuk memilih tingkat analisa yang akan kita gunakan.

Yang kedua adalah tujuan analisa atau penelitian itu sendiri.Menurut Starr dan Russett, yang mempengaruhi penetapan tingkat analisa yang akan digunakan adalah pertimbangan apakah analisa  atau penelitian tersebut dilakukan semata-mata hanya untuk memperoleh pengetahuan tentang Hubungan Internasional, atau dilakukan untuk dasar pengambilan keputusan bagi suatu negara. Pertimbangan memilih tingkat analisa seorang ilmuan yang melakukan penelitian semata-mata untuk memperoleh pengetahuan tentang Hubungan Internasional akan berbeda dengan pertimbangan seorag Negarawan yang harus membuat keputusan. Seorang ilmuan akan meneliti (menganalisa) banyak aspek dari penelitian tersebut bahkan kadang kala akan membuat perumpamaan yang sebenarnya kecil kemungkinan terjadi pada kenyataan dan berada di luar kontrol oleh pembuat keputusan. Sedangkan seorang Negarawan akan menganalisa beberapa aspek penting yang dapat dijadikan acuan dalam membuat keputusan yang sekiranya masih bisa dilakukan (bisa dikontrol oleh pembuat keputusan).

Kesimpulan
Menentukan tingkat analisa merupakan hal yang penting untuk dipersiapkan sebelum melakukan penelitian atau analisa. Penentuan tingkat analisa ini akan mempengaruhi sedalam apa dan ruang lingkup penelitian yang kita lakukan. Semakin luas lingkup dan jangkauan fenomena yang hendak kita analisa, semakin lemah daya prediktif (prediksi) dan kontrolnya. Sedangkan semakin sempit (terbatas) lingkup dan jangkauan fenomena yang dianalisa, semakin kuat daya prediktif dan kontrolnya.

Terdapat lima tingkatan analisa yang bisa digunakan dalam penelitian atau analisa Hubungan Internasional yaitu: tingkat individu, tingkat kelompok, tingkat negara-bangsa (nation-state), tingkat multi-negara atau kelompok negara, dan tingkat sistem global atau sistem Internasional.
---

Review- “Bab 3, Tingkat-tingkat analisa” dalam Ilmu Hubungan Internasional. Hal 35-60.

Review-“Introduction” dalam Case Study Research: Design and Methods (3nd)

11:46 PM 0 Comments A+ a-

Pendahuluan
Dalam melakukan penelitian, yang pertama dan terpenting adalah kita harus menjelaskan dan menunjukkan bagaimana Kita mengabdikan diri untuk mengikuti jalan metodologisnya. Langkah itu dimulai dengan kajian literatur secara menyeluruh dan bersikap hati-hati.Kedua, Kita harus memahami dan secara terbuka mengakui kelebihan dari penelitian studi kasus. Sebagai metode penelitian, studi kasus digunakan dalam banyak situasi, untuk menggali pengetahuan kita tentang individu, kelompok, fenomena organisasi, sosial, politik, dan lainnya. Tidak mengherankan jika studi kasus telah metode penelitian yang iasa digunakan dalam penelitia sosial. Studi kasus bahkan biasa digunakan dalam penelitian tentang ekonomi.Jadi, metode kasus studi memungkinkan peneliti untuk mempertahankan karakteristik holistik dan bermakna kejadian-seperti kehidupan nyata sebagai siklus kehidupan individu, perilaku kelompok kecil, proses organisatoris dan manajerial, perubahan lingkungan, kinerja sekolah, hubungan internasional, dan pematangan industri.

Penentuan metode yang kita gunakan dapat dipertimbangkan dengan adanya 3 kondisi yang terdiri dari: (1) jenis pertanyaan penelitian yang diajukan,(2) sejauh mana kontrol peneliti, apakah​​memiliki lebih dari peristiwa perilaku yang sebenarnya, dan (3)tingkat fokus pada kontemporer yang bertentangan dengan peristiwa sejarah.

Kondisi pertama mencakup pertanyaan penelitian Kita berdasarkan jenis pertanyaan yang digunakan, seperti: siapa, apa, dimana, bagaimana, dan mengapa.Jika pertanyaan penelitian berfokus terutama pada "apa", akan muncul 2 kemungkinan. Pertama, adalah eksplorasi, seperti "Apa yang bisa dipelajari dari studi bisnis A?" Jenis pertanyaan adalah alasan yang dapat dibenarkan untuk melakukan studi eksplorasi, yang tujuan untuk mengembangkan hipotesis yang bersangkutan dan proposisi untuk penyelidikan lebih lanjut.Namun, karena studi eksplorasi, salah satu dari lima metode penelitian dapat digunakanmisalnya, survei eksplorasi (pengujian, misalnya, kemampuan untuk survei di tempat pertama), percobaan eksplorasi (pengujian, misalnya, manfaat potensial dari berbagai jenis insentif). Tipe kedua pertanyaan apa sebenarnya adalah sebuah pertanyaan seberapa banyak.

Demikian pula, seperti jenis kedua pertanyaan apa, siapa dan dimana. Pertanyaan ini cenderung mendukung metode survei atau analisis data arsip, seperti dalam penelitian tentang ekonomi. Metode ini menguntungkan bila tujuan penelitian adalah untuk menggambarkan kejadian  atau fenomena ataupun prediksi tentang hasil tertentu. Sebaliknya, pertanyaan bagaimana dan mengapa lebih jelas dan cenderung mengarah pada penggunaan studi kasus, sejarah, dan eksperimen sebagai metode penelitian yang lebih disukai. Hal ini karena pertanyaan-pertanyaan seperti berurusan dengan hubungan operasional yang perlu ditelusuri dari waktu ke waktu, bukan hanya frekuensi atau kejadian.

Meskipun studi kasus adalah bentuk khas penyelidikan empiris, banyak penelitian penyelidik tetap meremehkan strategi.Banyak peneliti kasus studi melakukannyadenganceroboh, tidak mengikuti prosedur yang sistematis.Studi kasus jugaakanmembutuhkan waktu yang lebih lama.

Kesimpulan
Bab ini telah memperkenalkan pentingnya studi kasus sebagai metode penelitian. Seperti metode penelitian lain, itu adalah cara untuk menyelidiki topik empiris dengan mengikuti serangkaian prosedur yang sudah ditentukan. Mengartikulasikan ini prosedur di prosedur akan mendominasi sisa buku ini.Bab ini telah memberikan definisi operasional dari studi kasus dan telah mengidentifikasi beberapa variasi dalam studi kasus.

Bab ini juga telah berusaha untuk membedakan studi kasus dari metode penelitian alternatif dalam ilmu sosial, menunjukkan situasi dimana melakukan studi kasus mungkin lebih disukai, misalnya, untuk melakukan survei.

Beberapa situasi mungkin tidak memiliki metode yang jelas sama, sebagai kekuatan dan kelemahan dari berbagai metode mungkin tumpang tindih. Tujuan dasar, bagaimanapun, adalah untuk mempertimbangkan semua metode dalam inklusif dan pluralistik fashion sebagai bagian dari repertoar Anda dari mana Anda dapat menarik sesuai dengan situasi tertentu untuk melakukan penelitian ilmu sosial .

Akhirnya, bab ini telah dibahas beberapa kritik utama penelitian studi kasus, juga menunjukkan kemungkinan tanggapan terhadap kritik tersebut. Namun, kita semua harus bekerja keras untuk mengatasi masalah melakukan penelitian studi kasus, termasuk pengakuan bahwa sebagian dari kita tidak dibekali dengan keterampilan atau disposisi untuk melakukan penelitian. Penelitian studi kasus adalah sangat sulit, meskipun studi kasus secara tradisional telah dianggap sebagai penelitian ringan karena peneliti tidak mengikuti prosedur yang sistematis.Dalambukuini, penulis mencoba untuk membuat penelitian dalamHubunganInternasional lebih mudah dengan menawarkan berbagai prosedur tersebut .
---

Review: Robert K. Yin-“Introduction” dalam Case Study Research: Design and Methods (3nd). London: Sage Publications. Hal 1-17.

Pelajaran IPA, Ilmu Pengetahuan Alam.

1:58 PM 0 Comments A+ a-


Dalam dunia perkuliahan bermetamorfosis menjadi Mata Kuliah IKD, Ilmu Kealaman Dasar.
Monggo bagi yang butuh materi Powerpoint..
Ambil disini untuk Pertemuan pertama "Alam Pikiran Manusia"
Ambil disini untuk Pertemuan ke-5 "Bumi"

Politik Luar Negeri China

11:53 PM 0 Comments A+ a-

Perang Candu
Istilah Perang Candu dikenal orang, tatkala timbul pertempuran sengit di Cina melawan penjajah di negerinya. Ya, banyak literatur mengatakan bahwa Perang Candu I (1839-1842) adalah peperangan antara Cina versus Britania Raya atau Inggris. Penyulut konflik ialah maraknya opium yang dibawa pedagang Inggris ke Cina, sementara di bawah kekuasaan Dinasti Qing, ia tengah keras menerapkan aturan tentang obat-obatan. Sedangkan Perang Candu II (1856-1860) tak hanya bertempur melawan Inggris tapi Prancis pun terlibat. Menurut beberapa catatan, substansi kedua perang di atas sesungguhnya bukan menjadikan Cina sebagai jajahan, akan tetapi lebih kepada kepentingan perdagangan Barat sekaligus melemahkan daya juang rakyat.
Konon awal abad ke-19, opium dibawa oleh para pedagang Inggris ke Tiongkok sebagai pengimbang ekspor teh Cina ke Inggris. Di bawah kekuasaan Dinasti Yung Cheng, opium begitu populer karena selain komoditi dagang juga dihisap menggunakan pipa khas dari tanah liat serta diminum dengan arak. Sebenarnya warga dan penduduk memanfaatkan candu untuk pengobatan tradisional, tetapi sebagian menyalahgunakan sekedar mabuk-mabukan.
Zaman Kaisar Ming dan Ching berkuasa, ada kebijakan menutup jalur perniagaan dengan Barat karena anggapan selain mampu memenuhi keperluan rakyatnya sendiri, ia juga tak mau bergantung kepada asing. Sebuah sikap kemandirian yang dahsyat dari Ming, akan tetapi justru inilah embrio konflik. Ya, kebijakan Ming jelas merugikan Inggris, karena hasil produk dan barang-barang Cina semacam sutera, rempah, tembikar serta teh yang dimonopoli Inggris diminati berbagai kalangan di Eropa. Hubungan kedua pihak menegang. Setelah lewat liku-liku perundingan, akhirnya perdagangan dibuka kembali dengan syarat Inggris boleh dagang hanya di Guangzhou (Canton) saja.
Pada masa Kekasiaran Tao Kwang era 1839-an, diambil suatu langkah tegas guna mengatasi kecanduan dan peredarannya di masyarakat. Adalah Komisaris Lin Tse-Hsu diperintah oleh Kaisar guna memusnahkan candu ilegal di Guangzhou. Sepintas tentang Lin adalah pejabat jujur, ahli kaligrafi, filsuf, sekaligus seorang penyair. Ia terkenal karena konsistensi serta komitmen dalam menentang peredaran opium di Tiongkok. Salah satu inti dan substansi statement Lin yang dijadikan acuan dalam Perang Panah ialah “bahwa konsumsi opium selain akan menghabiskan kekayaan negara, juga membuat tak satupun lelaki mampu bertempur di medan perang!”.
Sudah barang tentu tindakan Lin membuat kemarahan Inggris, kemudian meletuslah Perang Cina-Anglo I (1839-1842). Ya, perang selama tiga tahun itu dimenangkan Inggris. Ada 30.000-an rakyat menjadi korban dan memaksa Cina menandatangani Treaty of Nanjing (1842) dan The British Supplementary Treaty of the Bogue (1843). Inti Treaty of Nanjing atau Perjanjian Nanjing ialah kewajiban Cina membayar upeti 21 juta kepada Inggris sebagai ganti rugi peperangan, membuka kembali perniagaan dengan Barat via pelabuhan-pelabuhan Guangzhou, Jinmen, Fuzhou, Ningbo serta Shanghai, dan Inggris meminta Hong Kong menjadi tanah jajahan.
Sebagaimana diurai sekilas tadi, Perang Candu II terjadi antara Inggris, Prancis, dan Cina. Sebagai pemicu ialah pencarian kapal The Arrow milik Inggris oleh Cina secara ilegal di Guangzhou. Hal ini membuat geram Inggris dan kembali mengobarkan perang. Lagi-lagi konflik tersebut dimenangkan oleh Barat dan Guangzhou diduduki oleh pasukan Inggris-Prancis. Apa boleh buat, Cina kembali menandatangai Treaty of Nanjing (1858) dimana Prancis, Rusia dan Amerika telah ikut ambil bagian. Isi perjanjian: Cina membuka sebelas pelabuhan, diizinkan pendirian kedutaan negara luar, melegalkan impor candu dan memberi ruang pada aktivitas misionaris Kristen.  
Dekade 1859-an ---setahun pasca Perjanjian Nanjing--- perang meletus lagi akibat Cina menghalangi masuknya para diplomat asing ke Beijing, sementara dari pihak Inggris ingin memaksakan beberapa pasal baru di perjanjian. Tatkala Inggris dengan bantuan Perancis berhasil menguasai Beijing, ia dipaksa mematuhi kembali pointers dalam Treaty of Nanjing serta beberapa pasal tambahan, salah satunya ialah Taiwan menjadi milik Barat.
Lompatan Jauh ke Depan
Lompatan Jauh ke Depan atau Great Leap Forward adalah sebuah program yang disusun oleh Partai Komunis Cina di Republik Rakyat Cina, yang berlangsung dari tahun 1958 hingga 1960 dengan tujuan membangkitkan ekonomi Cina melalui industrialisasi secara besar-besaran dan memanfaatkan jumlah tenaga kerja murah. Sepanjang tahun 1950-an, Cina telah melakukan program redistribusi tanah bagi penduduk Cina dibarengi dengan industrialisasi di bawah sistem kepemilikan negara. Proses ini dilakukan dengan bantuan teknis dari Uni Soviet.

Masalah timbul ketika pemimpin Soviet pasca-Stalin, yaitu Nikita Khruschev dalam Kongres ke dua puluh Partai Komunis Uni Soviet, mencanangkan langkah untuk "mengejar dan menyusul" Barat, sehingga ekonomi Soviet tidak lagi tertinggal. Oleh Mao Zedong hal ini dirasakan sebagai ancaman, karena kemajuan ekonomi Uni Soviet akan berarti semakin tergantungnya Cina pada kekuatan. Lompatan Jauh ke Depan menjiplak sistem yang telah dilakukan Uni Soviet, sambil memasukkan unsur tradisional Cina. Pelaksanaan program ini dilakukan melalui dua jalur, yaitu pada peningkatan produksi baja sebagai bahan baku, pendirian industri ringan serta konstruksi.

Sejarah Revolusi Kebudayaan
Revolusi Kebudayaan adalah revolusi besar yang terjadi di Cina antara tahun 1966 dan 1969. revolusi Kebudayaan merupakan revolusi di segala bidang untuk mengembalikan Cina kepada ajaran Maoisme yang dirasakan semakin lama semakin luntur karena digerogoti anasir-anasir Barat. Revolusi ini digerakkan oleh Mao Tse Tung sebagai puncak perseteruannya dengan pejabat Presiden Liu Shaoqi dan kelompoknya yang dituduh beraliran kanan, mendukung intelektualisme dan kaapitalisme. Revolusi ini ditandai dengan dibentuknya Pengawal Merah, sebuah unit paramiliter yang mayoritas anggotanya adalah mahasiswa-mahasiswa yang mendukung Mao dan ajaran-ajaranya.
Revolusi Kebudayaan sesungguhnya merupakan reaksi atas kegagalan pelaksanaan kebijakan Lompat Jauh ke Depan, yang dicanangkan Mao Tse Tung pada awal 1958. Setelah kegagalan ekonomi yang dramatis tersebut, Mao mundur dari jabatannya sebagai Presiden Cina. Kongres Rakyat Nasional melantik Liu Shaoqi sebagai pengganti Mao. Mao tetap menjadi Ketua Partai Komunis, namun dilepas dari tugas ekonomi sehari-hari yang dikontrol dengan lebih lunak oleh Liu Shaoqi, Deng Xiaoping dan lainnya yang memulai reformasi keuangan. Liu Shaoqi sebagai Presiden Cina, diberikan tugas untuk melakukan pemulihan dan penyesuaian kembali keadaan perekonomian negara dari krisis besar dan kekacauan parah yang menimpa Cina akibat gerakan Lompat Jauh ke Depan. Liu mendapat tugas menstabilkan lagi perekonomian, setidaknya seperti keadaan Pelita I dijalankan, sehingga upaya untuk mewujudkan pembangunan Cina ke arah yang lebih baik dapat segera dilaksanakan.

Pemerintah menyatakan bahwa sektor pertanian perlu dijadikan basis untuk menggerakan program industrialisasi di masa yang akan datang. Sedangkan sektor industri diarahkan secara umum untuk membantu pembangunan sektor pertanian. Perencanaan disusun atas dasar tahunan, dimana terdapat desentralisasi administrasi perekonomian yang cukup besar pada tingkat propinsi dan lokal. Sementara kegiatan swasta kecil-kecilan sebagai cerminan dari daya kreatifitas anggota masyarakat yang dalam Pelita I telah memperlihatkan perkembangan positif dalam pertumbuhan ekonomi negara akan diperkenankan kembali. Pada masa Pemulihan dan Penyesuaian Kembali (1961-1965) ini, Liu Shaoqi berusaha menanamkan aliran liberalisme dalam perencanaan-perencanaan pembangunan demi perbaikan sistem ekonomi sosialis Cina. Oleh karena itu di daerah pedesaan diberikan kelonggaran terhadap pelaksanaan sistem kolektifitas dan sistem ekonomi tanpa pasar yang autokratis. Gagasan tersebut diperluas dan dikembangkan dengan sistem pertanian dalam skala kecil; penggarapan tanah-tanah milik individu; perdagangan dalm pasar bebas, walaupun dalam skala kecil yang terbatas dan berbeda dengan di negara-negara kapitalis; serta pemberian kesempatan kepada perusahaan-perusahaan kecil yang berbasis pada rumah tangga perseorangan, termasuk dalam hal menanggung untung-rugi. Selain itu, Liu juga mempropagandakan kebebasan untuk menerapkan sistem kredit bunga, mempekerjakan kaum buruh, menjual tanah dan menyelenggarakan perusahaan perseorangan.

Menurut Mao, pendirian ideoloi dan prestasi politik rakyat harus diperbaiki, untuk mecegah matinya semangat revolusioner dan hidup kembalinya kapitalisme akibat diadakanya Program Pemulihan dan Penyesuaian Kembali ekonomi Cina pasca Lompat Jauh ke Depan. Perbaikan ini juga perlu megingat semakin besarnya kesangsian massa terhadap kesetiaan kader-kader partai terhadap mereka. Oleh karena itu, bagi Mao organisasi-organisasi tingkat bawah, terutama massa itu sendiri perlu diberikan wewenang untuk mengawasi partai. Mao Tse Tung meresmikan suatu tim Revolusi Kebudayaan dengan Cheng Bo da sebagai ketuanya. Pada awal Agustus 1966 Komite sentral PKC mengadakan sidang untuk merumuskan garis kebijakan dalam mengendalikan Revolusi Kebudayaan. Rumusan tersebut terdiri dari 18 pasal, sebagai berikut:
  1. Revolusi sosialis yang telah mencapai suatu tahapan baru itu telah menegakan Orde Baru yang mengembangkan gagasan dan kebudayaan baru.
  2. Keberanian untuk melangkah maju telah berhasil menumbangkan mereka yang menganut jalan kapitalis.
  3. Keberanian harus dilimpahkan kepada rakyat massa, sehingga dapat membongkar pengkhianatan terhadap pikiran Mao Tse Tung.
  4. Rakyat massa dipersilahkan mendidik diri dalam mengobarkan revolusi Kebudayaan.
  5. ”Poster Berhuruf Besar” supaya dimanfaatkan sebanyak-banyaknya agar dapat diperbaiki kesalahan-kesalahan serta membeberkan pandangan-pandangan yang keliru”
  6. Diserukan agar ditegaskan siapa kawan dan siapa lawan.
  7. Sasaran pokok dari Revolusi Kebudayaan adalah menumbangkan unsur-unsur dalam Partai Komunis yang menganut paham kapitalis.
  8. Metodenya adalah :
    1. mengemukakan fakta-fakta
    2. mengadakan ajakan untuk memperbincangkan fakta-fakta tersebut
    3. menghindari tindakan kekerasan
  9. Mencegah terjadinya tuduhan keliru terhadap rakyat revolusioner.
  10. Mengadakan perbedaan antara :
    1. Yang baik
    2. Yang sedang
    3. Yang berbuat salah, tetapi tidak anti-Partai dan tidak anti-sosialisme
  11. Organisasi yang telah ada supaya dianggap sebagai alat kekuasaan dari Revolusi Kebudayaan.
  12. Sistem dan prinsip-prinsip, dan cara mengajar yang lama harus diganti dengan sistem pengajaran yang mengabdi pada politik proletar, dalam kaitanya dengan kerja produktif.
  13. Kritik dengan menyebut nama, baru dapat dijalankan setelah diperbincangkan oleh Komite Partai setempat, dan setelah mendapat persetujuan dari tingkat atasan.
  14. Kritik terhadap para sarjana dan teknisi yang tidak anti-Partai / anti-Sosialisme dan tidak berhubungan gelap dengan negara asing, harus dijalankan atas dasar ”Persatuan kritik persatuan”.
  15. Sasaran pokoknya adalah; satuan-satuan kultural, pendidikan, dan pemerintah di kota-kota besar dan kota-kota sedang.
  16. Tujuan dari Revolusi Kebudayaan adalah merevolusionerkan ideologi rakyat, dan menambah produksi serta mutunya.
  17. Di lingkungan Angkatan Bersenjata, edukasi sosial dan Revolusi Kebudayaan harus sesuai dengan instruksi dari Komisi.
  18. Pikiran Mao Tse Tung menjadi pedoman dari seluruh kegiatan.

Demikian sekilas tentang rentetan sejarah dari Negara yang sekarang cukup diperhitungkan dalam kancah Dunia Internasional. Semoga kita bisa mengambil suatu pelajaran dari materi ini. Harapannya pelajaran yang kita peroleh dapat menjadikan salah satu pertimbangan kita dalam menentukan langkah dan mengambil kebijakan ketika kita berhubungan dengan Negara lain. Sekian dan terima kasih.

Review- The Modern State and Its Origins dalam An Introduction to International Relations: Australian Perspective

9:19 AM 0 Comments A+ a-

Pendahuluan
Negara merupakan salah satu aktor(pelaku) dalam sistem politik dan Hubungan Internasional. Suatu negara berhubungan dengan negara yang lain baik dalam hal kerjasama maupun permusuhan. Beberapa negara juga membentuk suatu perserikatan atau Organisasi Internasional tertentu dalam rangka mewujudkan kepentingan bersama, misalkan kerjasama dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, militer, dan pendidikan.

Sebagian negara telah ada mulai abad pertengahan, dan ada pula yang mulai lahir pada masa dekolonisasi di Asia dan Afrika. Hal ini bisa dilihat dari daftar negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB), ketika tahun 1945 ada 51 negara yang tergabung. Akan tetapi, menurut data statistik 1983, sejak masa dekolonisasi jumlahnya meningkat menjadi 157 negara.

Apakah Negara itu?
“The state is a human society that (succesfully) claims the monopoli of the legitimate use of physical force within a given territory”.

Dalam pendapat Max Weber tersebut, bisa diambil pengertian bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah (legitimasi) dalam suatu wilayah tertentu yang mempunyai batasan.

Negara di dunia mempunyai bentuk yang bermacam-macam, ada negara-kota, kerajaan, negara feodal, dan negara berdaulat atau negara-bangsa (negara modern). Masing-masing negara juga mempunyai ideologi yang berbeda, ideologi tersebut merupakan hasil dari political experience negara itu sendiri. Jadi setiap negara akan mempunyai karakter dan ciri khas dalam ideologinya.

Asal-mula Negara ModernSebelum muncul negara modern, pada abad pertengahan(800-1200 M) telah muncul berbagai negara feodal. Salah satu ciri dari negara pada abad pertengahan adalah masih adanya kekuasaan yang tinggi dari raja, perlemen, maupun pemuka agama(Paus). Negara pada masa ini identik dengan kerusakan dikarenakan adanya perebutan kekuasaan atau perang saudara.

Pada abad ke-19 muncul gerakan nasionalis di Eropa. Bersamaan dengan itu, muncul pula konsep tentang kedaulatan yang selanjutnya berkembang beberapa negara modern di Eropa. Kemunculan konsep kedaulatan negara ini menjadikan Eropa sebagai kiblat dalam kekuasaan, otoritas, dan loyalitas.

Konsep Negara Berdaulat
Negara berdaulat muncul sejak Prancis dikuasai oleh pemuka agama. Pada masa tersebut kekuasaan masing simpang-siur, kekuasaan raja sebagai kepala kepemerintahan tidak absolut karena masih bisa dicampuri oleh kekuasaan seorang pemuka agama(paus). Sehingga terjadi kebingungan, pihak manakah yang sebetulnya mempunyai kekuasaan tertinggi dan absolut. Kemudian muncul pemikiran tentang konsep negara absolut.

Menurut Bodin, kekuasaan dan otoritas seharusnya dikonsentrasikan terhadap pengambilan keputusan oleh raja, kerena masyarakat bisa tertib dengan adanya kekuasaan absolut dan kesetiaan. Raja mempunyai kekuasaan penuh tanpa adanya pihak manapun yang dapat memaksanya. Hubungan antara raja dan masyarakat(rakyat) disini saling bergantungan, dimana raja memutuskan kebijakan dan mengawasi pelaksanaan kebijakan, sedangkan rakyat sebagai pemberi masukan terhadap raja.

Perang dan Pembangunan Negara?
Politik dan militer merupakan organ penting dalam pembangunan sebuah negara. Politik mengatur bagaimana cara mengurus sistem sebuah negara baik dalam negeri maupun hubungan dengan negara lain, sedangkan militer mempertahankan kedaulatan sebuah negara agar tidak ada intervensi maupun ikut campur negara lain.

Karena hukum di Eropa tidak mempunyai kekuatan yang mampu menjaga keamanan maka perang pun tidak bisa dihindarkan. Antara tahun 1559(tahun terjadinya Perjanjian Augsburg) sampai 1648(tahun terjadinya Perjanjian Damai Westphalia) tercatat ada 112 perang di Eropa. Negara sebagai pelaku perang harus menanggung biaya yang sangat besar. Kas keuangan negara di Eropa mengalami krisis. Akhirnya pada abad ke-16 negara memberlakukan wajib pajak untuk menghidupkan lagi kas negara yang hampir habis tersebut.

Kemanakah Arah Negara Berdaulat?
Dalam masa globalisasi ini, batas-batas negara seakan-akan telah hilang. Semua negara mau tidak mau harus selalu berhubungan dengan negara lain. Baik negara modern maupun negara berdaulat yang notabene mempunyai kekuasaan penuh dalam mengatur negaranya sendiri pun harus mengikuti arus globalisasi.

Semua negara di dunia dalam membuat kebijakan baik politik, ekonomi, sosial, dan pertahanan harus mempertimbangkan cuaca politik di dunia. Sebaliknya, kebijakan setiap negara juga mempengaruhi sistem internasional. Bahkan Spruyt dan Thomson menyatakan bahwa prinsip kedaulatan itu mengubah sistem internasional.

Kesimpulan
Negara modern adalah negara yang mempunyai sistem pemerintahan yang berdaulat tanpa tekanan maupun campur tangan negara lain dan mempunyai warga negara yang percaya dan setia kepada pemimpinnya.

Menurut saya, dalam masa globalisasi dewasa ini pengertian negara berdaulat masih simpang-siur dan banyak perdebatan. Karena dinamakan negara berdaulat tetapi masih ada pengaruh negara lain dalam pembuatan kebijakan, sedangkan dinamakan negara tidak berdaulat tapi adanya kekuasaan penuh dalam membuat kebijakan dan negara lain tidak bisa memaksanya.
---

Review: Richard Devetak- “The Modern State and Its Origins” dalam Richard Devtak & Anthony Burke, dkk (eds). An Introduction to International Relations: Australian Perspective. 2008. New York: Cambridge University Press. 11 hal.

Referensi
Budiardjo, Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Devetak, Richard. 2008. “The Modern State and Its Origins” dalam Richard Devtak & Anthony Burke, dkk (eds). An Introduction to International Relations: Australian Perspective. New York: Cambridge University Press.
Sitepu, P. Anthonius. 2011. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Review- “Realism” dalam International Relations Theory: A Critical Introduction (2nd)

9:17 AM 0 Comments A+ a-

Pendahuluan
Realisme merupakan suatu perspektif (sudut pandang). Sebelum kita mempelajari lebih jauh tentang Realisme, sebaiknya kita memahami dulu apa yang dimaksud dengan perspektif. Perspektif merupakan sudut pandang pihak tertentu dalam melihat suatu masalah atau persoalan tertentu. Perspektif tidak mengenal benar atau salah. Karena masing-masing pihak mempunyai cara tersendiri dalam melihat persoalan maka hasil informasi dan hasil yang diperoleh juga berbeda. Perspektif ini bisa dianalogikan sebagai penglihatan dengan memakai kaca mata tertentu. Jika kita menggunakan kaca mata berwarna merah, maka benda yang kita lihat pun akan menjadi merah semua, jika memakai yang berwarna biru  maka seakan-akan menjadi biru semua.

“Realism is accepting the way things really are in life.”

Jika kita merujuk pada arti realisme secara harfiah, maka kita dapat memahami realisme sebagai pemikiran yang memandang sesuatu secara transparan, apa adanya dan sesuai kenyataan. Pemikir yang menganut realisme berpendapat bahwa pada sejatinya manusia itu egois dan mau menang sendiri. Istilah homo homini lupus juga mereka jadikan dasar pandangan. Setiap manusia akan selalu berusaha melakukan sesuatu untuk kepentingan diri mereka sendiri dan sering mengabaikan orang lain, sehingga potensi terjadinya konflik sangatlah besar. Jika manusia satu dengan manusia yang lain saja menimbulkan konflik, apalagi antar negara yang terdiri dari jutaan manusia?Apakah mungkin dapat hidup berdampingan secara damai?.

Asumsi Dasar di Kaca Mata Realisme?
Realisme memiliki beberapa asumsi dasar. Pertama, dalam Politik Internasional negara-negara yang terikat menjadi anggotanya tidak memiliki kekuatan yang lebih tinggi, padahal di satu sisi negara-negara anggota tersebut adalah negara yang berdaulat. Kalau seperti itu, apa artinya negara tersebut memiliki kedaulatan?. Sampai-sampai Biersteker dan Weber(1996) menyatakan bahwa kedaulatan adalah mitos.

Kedua, Realisme berasumsi bahwa pemerintahan dunia itu tidak ada. Setiap negara berdaulat atas wilayahnya sendiri dan tidak ada kekuatan yang lebih tinggi yang bisa memaksanya. Walaupun negara masuk menjadi anggota organisasi internasional tertentu, misal ASEAN, negara tersebut tetap mempunyai kedaulatan dan ASEAN tidak dapat memaksa ataupun mengintervensinya.

Asumsi ketiga menyimpulkan bahwa politik internasional adalah anarki. Karena tidak adanya pemerintahan dunia yang bisa mengatur suatu negara, maka sama halnya dengan memperbolehkan adanya peperangan.

Antara Realisme dan Neo-Realisme
Realisme dan Neo-realisme setuju bahwa tujuan utama dari negara-negara dalam anarki internasional ini adalah untuk bertahan hidup(survive). Negara melakukan hubungan dengan dunia internasional karena itulah kepentingan mereka. Negara menjalin hubungan dengan maksud membentuk suatu kekuatan yang besar. Jika suatu negara berdiri sendiri dan tidak bergabung dengan negara lain, maka kekuatan negara tersebut akan lemah. Sehingga memungkinkan negara tersebut akan diserang oleh negara lain yang mempunyai kekuatan yang lebih besar.

Realisme dan Neo-Realisme juga berpendapat bahwa tidak ada solusi dari anarki internasional. Suatu pemerintah dunia tidak akan pernah terbentuk karena setiap negara tidak akan secara sukarela menyerahkan kekuasaan mereka kepada pemerintahan dunia.

Letak perbedaan Realisme dan Neo-Realisme adalah tentang konsep anarki internasional. Salah satu tokoh realisme, Morgenthau, berpendapat bahwa pada dasarnya manusia itu cacat. Mungkin pada awalnya manusia tidak jahat, tapi dia akan tercemar oleh lingkungannya yang jahat. Sehingga dalam perilaku politik internasional akan anarkis dan menimbulkan konflik.

Sedangkan Kenneth Waltz dari Neo-Realisme menitikberatkan pada hubungan sosial antar negara daripada sifat manusia. internasional anarki dapat terbentuk karena hubungan sosial antar negara yang kurang baik. Pemikiran ini dapat dianalogikan sebagai berikut. Manusia yang baik dapat berperilaku buruk jika terpengaruh oleh lingkungan yang buruk, tetapi pada selanjutnya manusia yang berperilaku buruk tersebut dapat dihentikan jika mereka berada dalam lingkungan yang baik.


Perang, Kenapa Bisa Terjadi?

Pada tahun 1950, Waltz berpendapat bahwa penyebab perang dapat dilihat dari tiga kategori. Pertama Man, istilah ini merujuk pada sifat dasar(alamiah) manusia yang egois dan ingin menang sendiri. Jika setiap manusia tetap seperti itu, maka perang tidak akan bisa dihindari.

Kedua Negara, seperti yang pernah dikemukakan di awal, sifat manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan Diana mereka berada. Ketiga Perang itu sendiri, jika hubungan antar dua negara sudah panas dan tidak ada upaya untuk menghindari perang, maka perang akan terjadi.

Fungsi Ketakutan dalam Mitos anarki Waltz
Menurut Waltz, ketakutan berfungsi sebagai sarana pemersatu antar negara. Setiap negara berpikiran, jika mereka ingin tetap mempertahankan kehidupannya dan tidak diserang negara lain maka mereka harus bekerja sama dengan negara lain guna membentuk suatu kekuatan yang cukup besar. Setelah terbentuk kekuatan yang besar dan seimbang di dunia, maka perang dapat diminimalisir.  Di sinilah fungsi ketakutan diperlukan.

Kesimpulan
Realisme memiliki pandangan yang sesuai kenyataan dan apa adanya. Pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk bersifat anarki. Antar manusia saja akan terjadi konflik, apalagi antar negara di dunia.

Menurut saya, Konflik ini dapat ditekan dengan adanya organisasi internasional yang membentuk kekuatan yang besar dan menciptakan Balance of Power. Sehingga kemungkinan terjadinya perang akan dapat diminimalisir.
---


Review: Cynthia Weber- “Realism” dalam International Relations Theory: A Critical Introduction (2nd). 2005. New York: Routledge. 21 hal.

Referensi
Kamus Besar Bahasa Indonesia. www.kemendiknas.go.id
Longman Dictionary of American English. www.longman.com/dictionaries
Weber, Cynthia. 2005. “Realism” dalam International Relations Theory: A Critical Introduction (2nd). New York: Routledge.