Kejahatan Perang

11:24 PM 0 Comments A+ a-



Dalam Hukum Humaniter Internasional, ada beberapa jenis hukum yang termasuk di dalam istilah hukum humaniter internasional (HHI). Antara lain adalah Hukum Perang (Law of War), Hukum SB (Law of the Armed Conflict), Hukum Humaniter (Humanitarian Law), HHI (International Humanitarian Law), Hukum Jenewa (Law of the Geneva), Hukum Den Haag (Law of the Haque), Hukum Perikemanusiaan (PMI).
Dunia ini mengenal konsep perang atau konflik sudah sejak lama, bahkan ada yang menyebutkan bahwa perang atau konflik sudah melekat dalam diri manusia sejak manusia pertama diciptakan. Budaya perang ini kemudian menghasilkan deklarasi perang, deklarasi kemanusiaan, dll. Sedangkan dalam Hukum Perang (Law of War) sendiri, pembagian mengenai hukum perang dibagi menjadi dua yakni Jus ad Bellum serta Jus in Bello. Selain dalam hukum perang, upaya untuk menekan dan membatasi peperangan paling sedikit telah dibahas dalam tiga karya, yakni antara lain adalah dalam preambule LBB, Kellog Briand Pact 1928, dan Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB. Semakin berjalannya waktu, istilah hukum perang (Law of War) berubah menjadi hukum SB (Law of the Armed Conflict). Hal ini terjadi karena beberapa factor yakni antara lain adalah traumatic dampak PD I dan PD II, sulit dihapuskannya perang meskipun telah dibentuk LBB dan Kellog Briand Pact 1928, untuk menata ulang instrument dalam hukum, mempertimbangkan aspek kemanusiaan yang diusung oleh JH Dunnant, dll.
Setelah muncul istilah hukum perang dan hukum SB (Law of the Armed Conflict), muncullah hukum humaniter Internasional (HHI), HHI ini adalah produk hukum internasional yang bisa diaplikasikan ke dalam konflik bersenjata. Menurut Haryo Mataram, HHI adalah hukum internasional yang berisi dan mengatur mengenai cara & alat berperang (produk dari hukum Den Haag), dan mengenai perlindungan terhadap korban perang (produk dari hukum Jenewa). Sedangkan menurut Mochtar KA, HHI mengatur mengenai Jus ad Bellum, dan Jus in Bello (keduanya merupakan produk hukum Den Haag, dan hukum Jenewa).
Sejarah perang sendiri setua dengan sejarah umat manusia. Bangsa Romawi, Mesir Kuno, India telah mengenal perang. Diberbagai agama didunia, juga mengajarkan perang. Islam, Kristen, Hindu, Budha, memiliki ajaran perang dalam kitab-kitabnya. Tahapan perang bahkan dimulai ketika bumi belum dihuni manusia. Dimulai oleh perang antar binatang, kemudian perang oleh manusia primitif, perang antara manusia dengan senjata, dan perang antarmanusia dengan menggunakan teknologi modern seperti saat ini.
Perang sendiri memiliki enam unsur. Pertama, perang dilakukan oleh dua/lebih kekuatan bersenjata. Kedua, memiliki tujuan mengalahkan lawan. Ketiga, cara penyelesaian sengketa terdiri dari dua, yaitu Peaceful Settlement of Dispute dan Settlement of Dispute by Coercive Mens. Keempat, perang/sengketa berada di wilayah tertentu. Kelima, terorganisir; dan dan keenam, Animus Belligerency.
Ruang lingkup Hukum Humaniter Internasional (HHI) sendiri ada tiga. Dalam arti luas, perang diatur dalam Hukum Jenewa, Hukum Den Haag, dan HAM. Dalam arti sempit, diatur dalam Hukum Jenewa. Dan dalam arti menengah, perang diatur dalam Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa. HHI juga berdasarkan tiga asas. Yaitu Military Necessity Principle, Humanity Principle, dan Chivalry Principle.
Tujuan Hukum Humaniter Internasional (HHI) adalah memanusiawikan perang, perlindungan terhadap kombatan & Penduduk Sipil, jamin HAM, mencegah kekejaman (kemanusiaan), dan membatasi dalam penggunaan senjata.
Menurut Sejarah, Hukum Humaniter Internasional (HHI) melalui beberapa fase perkembangan. Zaman kuno, zaman pertengahan, dan zaman modern.
Hukum Humaniter Internasional (HHI) pada Zaman Kuno seperti Danmil perintahkan perlakuan POW secara manusiawi, dibuat Declaration of war,gencatan senjata, dan sumbangan lain dari peradaban-peradaban maju era kuno seperti Bangsa Sumeria, Mesir Kuno, India. Sumbangan ini berupa konsep Perang merupakan lembaga terorganisir, Deklarasi perang, Arbitrase, Kekebalan utusan/diplomat musuh, Perjanjian perdamaian, Penghormatan POW (makan, minum, perawatan, penguburan), dan penggunaan Senjata beracun.
Zaman Pertengahan yang dipengaruhi ajaran agama berkontribusi dalam HHI antara lain prinsip kesatria dalam perang, , konsep perang adil yang tidak boleh curang, Perang suci/jihat, Deklarasi perang, dan larangan penggunaan senjata tertentu.
Zaman Modern menyumbang dalam pembentukan Organisasi kemanusiaan (International Committee of the Red Cross-ICRC) beserta penggunaan lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, dan beberapa konvensi seperti Konvensi Den Haag, Jenewa, dan Protokol Tambahan.

*oleh:  Faiz Balya Marwan, Hafizh Armaghani, Muhammad Subhan

Pengertian Politik Luar Negri

1:59 PM 0 Comments A+ a-


Politik Luar Negeri menurut beberapa ahli:

1.     K. J. Holsti: merupakan sebuah cara negara dalam berinteraksi dengan negara lain yang dikehendakki, dimana negara ingin bekerjasama dengan negara lain dalam hal diplomatik, mengeluarkan doktrin, membuat aliansi, mencanangkan tujuan, baik jangka panjang maupun jangka pendek.

2.    J.R. Childs, politik luar negeri adalah pokok-pokok hubungan luar negeri dari suatu negara.

3.    Riza Sihbudi, Peneliti utama LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) bidang hubungan internasional atau kebijakan politik luar negeri mengatakan, bahwa politik luar negeri ”perpanjangan tangan” dari politik dalam negeri suatu negara.

4.    Hudson: sub-disiplin dari hubungan internasional tentang politik luar negeri untuk menjadi panduan bagi negara-negara lain yang ingin bersahabat dan bermusuhan dengan negara tersebut.

5.    Goldstein : strategi yang digunakan pemerintah sebagai pedoman di kancah internasional.

6.    Plano dan Olton : strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unik politik internasional yang lainnya untuk mencapai tujuan nasional. 

7.    Modelski : suatu ‘sistem aktivitas’ yang disusun oleh suatu komunitas dengan tujuan untuk mengubah perilaku negara lain dan menyesuaikan aktivitas mereka dengan lingkungan internasional

8.    Menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1988), politik luar negeri diartikan sebagai “suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional”.

Menurut saya, Politik luar negri merupakan kepanjangan tangan dari kebijakan politik dalam negri yang diwujudkan dalam strategi dan kebijakan yang mengatur hubungan dengan aktor-aktor dalam Hubungan Internasional guna mencapai Kepentingan Nasional Negara tersebut.

Silakan kalau ada yang ingin menambahkan.

*Dicuplik dari berbagai sumber.

Komunitas dan Raja Kecil

11:49 AM 0 Comments A+ a-

Menurut pandangan saya, (beberapa) manusia (mahasiswa di kampus saya) memang rakus dan mengejar kekuasaan. Manusia ini saya sebut sebagai "oknum". Oknum cenderung lebih suka membentuk "komunitas baru" daripada menapaki jenjang karir dari bawah di komunitas lama. Walaupun kedua (atau lebih) komunitas tersebut sejatinya punya ide, tujuan, dan landasan yg (hampir sama, bahkan bisa dikatakan) sama. Dengan membuat komunitas baru, oknum akan lebih mudah menempati posisi strategis (kekuasaan). Memang menapaki jenjang karir di komunitas lama akan lebih sulit karena berhadapan dg orang-orang lama (yg mungkin lebih pengalaman).

Pada akhirnya, antar komunitas akan saling menarik massa dalam "pasar yg sama". Jika sudah sampai titik ini, defisit kader adalah masalah selanjutnya. Komunitas-komunitas tersebut akan lemah dan terlihat hidup segan mati tak mau. Mungkin masih ada yg membantah prediksi ini dengan menunjukkan besarnya gaung dan ramainya komunitas baru. Saya tantang, buktikan seberapa lama gaung itu bertahan. Jangan hanya "anget-anget tai ayam".

Di akhir tulisan ini, saya ingin mengutip (memakai bahasa saya pribadi) pesan dari Prof. M. Nasir, Menristek Kabinet Kerja, yg ditemui penulis saat masih menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Univ. Diponegoro awal tahun 2014. Dan pesan dari Habib Umar Al Mutohar Semarang.

"Janganlah berkeinginan jadi Raja Kecil. Raja di komunitas masing-masing. Komunitas yg sejatinya punya ide, tujuan, dan landasan yg sama. Ojo do iris-irisan (jangan saling mengiris)"

Semoga semakin jaya semua. Niat kita sama-sama baik, mari bersatu, mari berangkulan, jalan beriringan dan saling menguatkan. Tidak harus pakai identitas yg beda.

*Semoga pandangan dan apa yg saya prasangkakan seperti di tulisan ini salah.
---

Semarang, 1 Maret 2015 11:39 WIB.

Di sela-sela Rapat Kerja LPM Manunggal Undip 2015. Walau yg saya bahas bukan tentang Komunitas Pers sih :D