Terima Kasih Tuan Kompeni

8:48 AM 0 Comments A+ a-

Tuan Niccolo Moreno sibuk dalam kamarku: meriasku. Selama merias tak hentinya ia bicara dalam Belanda. Menurut ceritanya: ia sering merias para bupati, para raja di Jawa. Pakaian pasukan pengawal para raja di Jawa ia juga yang merencanakan.

Kemudian ia kenakan padaku kain batik dengan ikat pinggang perak. Sehingga muncul watak ke-Jawa Timur-annya yang gagah. Sebuah blangko, kreasi Niccolo Moreno sendiri. Menyusul sebilah keris bertatahkan permata.

Jelas aku keturunan satria Jawa maka sendiri seorang satria Jawa juga. Hanya mengapa justru bukan orang Jawa yang membikin aku jadi begini gagah? Dan ganteng? Mengapa orang eropa? Mungkin Italia? Mungkin tak pernah mengenakan sendiri? Sudah sejak Amangkurat I pakaian raja-raja jawa dibikin dan direncanakan oleh orang eropa.

Dandananku Jawa tulen, melupakan semua unsur Eropa pada kemeja-dada, Gombak, dasi, malah lupa pada lasting dan beledru yang semua bikinan Inggris. (Disarikan dari “Bumi Manusia”, Pram Ananta Toer, 2005, hlm: 196-198)
---

Eksportir-importir sibuk di negeri ini: melayani, memenuhi perut kami. Mereka berbahasa non-Indonesia. Merekalah yang selama ini (mungkin bersusah payah) memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia. Baik, bukan?

Mereka mendatangkan bahan makanan dari luar negri. Kedelai, gandum, jagung, daging, dan padi mengalir deras ke negri ini, negri yang ‘katanya’ negara agraris, tanah surga, subur loh jinawi. Bahkan negara dengan garis pantai terpanjang ke-2 ini pun masih perlu datangkan garam dari negara luar.

Jelas aku orang Indonesia. Hanya mengapa justru bukan orang Indonesia sendiri yang memenuhi pangan dalam negri? Mencukupi pangan sendiri, kedaulatan pangan (food sovereignity), pastikan makanan yg aman (food safety), menjaga keamanan pangan (food security). Mengapa negara lain? Mungkin AS, Tiongkok, atau bahkan Vietnam? Mungkin tak makan kedelai dan beras produksi mereka ‘tipe’ ini (tipe: Genetically Modified Organism). Sudah sejak kran impor dibuka, perdagangan bebas membuat impor pangan makin deras.

Di belahan dunia sana, diaspora orang Indonesia dengan bangga promosikan tahu dan tempe sebagai kuliner Indonesia. Makan tahu tempe dapat sedikit obati rasa kangen dengan tanah asal, Indonesia. Malah lupa, tahu dan tempe yang diklaim jadi makanan khas dan mayoritas penduduk Indonesia makan ini bahan bakunya impor, tahun 2013 hampir 90% kedelai impor dari AS (tempo, 2014). (Mengikuti alur pemikiran Pram Ananta Toer dalam Bumi Manusia)

Terima kasih atas komentar anda.